Beberapa hari terakhir ini media sosial di Arab Saudi mengangkat berita arahan dari Kerajaan kepada beberapa kelompok pejabat di pemerintahan untuk menggunakan bisht.
Bisth adalah jubah tipis yang ditumpuk di atas tsaub putih, dianggap sebagai pakaian mahal yang mewah. Biasanya digunakan dalam acara-acara khusus, pernikahan dan orang-orang memiliki kedudukan yang lebih tinggi, seperti pejabat, imam shalat, syaikh kabilah dan lain sebagainya.
AlAkbariyah dalam liputan beritanya 20 Februari 2024 lalu menyampaikan bahwa keputusan resmi telah mengharuskan kepada kelompok tertentu mengenakan bisht saat bertugas, di antaranya:
- Pengacara saat mengikuti sidang ruang pengadilan.
- Jaksa penuntut dari pegawai Niyabah ‘Aammah.
- Petugas di Badan Pemberantasan Korupsi saat menangani kasus dalam persidangan.
- Saat menghadiri acara resmi kenegaraan.
- Para menteri dan pejabat setingkat menteri saat masuk dan keluar dari tempat kerja.
- Asisten dan para wakil menteri saat masuk dan keluar dari tempat kerja.
- Para pejabat golongan (tingkat) 15.
- Gubernur di seluruh wilayah Saudi dan para wakilnya.
- Pejabat setingkat walikota dan kepala suatu lembaga.
- Anggota Majelis Syura.
Sementara Menteri Urusan Islam, Dakwah dan Bimbingan Arab Saudi, Syaikh Dr. Abdul Latif bin Abdulaziz Al Sheikh, mengarahkan kepada para pegawai masjid, termasuk imam dan muazin di seluruh wilayah Kerajaan, untuk mengenakan meshlah (bisht) saat shalat.
Abdul Latif menyampaikan bahwa bisht merupakan perhiasan saat ini, meski tidak tidak mewajibakannya, tetapi diharapkan para khatib agar meneruskan adat tradisi mengenakkanya pada saat shalat Jumat dan Idul Fitri.
Himbauan ini sebagai manifestasi perintah Allah dalam Al-Quran:
يابني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Surat Al-A’raf, ayat 31).
Sementara Kerajaan Arab Saudi sebenarnya telah menenetapkan protokol bagi pejabat tingginya untuk menggunakan bisht dengan aturan penggunaannya berdasarkan warna dan hari sebagai berikut: