Dalam beberapa hari terakhir, warga Saudi menyaksikan gerak cepat pemerintahnya menanggulangi penyebaran virus corona.
Awalnya, kecuali Arab Saudi, seluruh negara Teluk terpapar virus baru yang kemudian dikenal New Corona (COVID-19).
Setelah beberapa saat, terlaporkan seorang guru terpapar corona. Bermula dari cuitan muridnya yang mengetahui gurunya baru tiba dari Iran.
Kementerian Kesehatan langsung bertindak. Digiringya guru tersebut ke ruang pengasingan. Semua yang terkait dengan dirinya dirunut, disterilkan.
Dikeluarkan peraturan baru: semua warga Arab Teluk yang akan masuk Saudi wajib menggunakan paspor.
Tetapi tidak mempan, negara asal corona di Timur Tengah, Iran, tidak bertanggung jawab.
Iran terbukti tidak membubuhkan stamp imigrasi di paspor warga Saudi yang ilegal berkunjung ke Republik Syiah tersebut.
Kepolisian Saudi mengungkap, dengan biaya 5,700 Reyal, agen perjalanan “wisata rohani” dapat mengatur “umrah” ke Karbala Irak dan Qum Iran.
Rutenya, Saudi-Bahrain-Irak-Iran, pergi dan pulang. Saat kembali ke Saudi melalui Bahrain, belum turun aturan penggunaan paspor. Warga Saudi, untuk berpergian ke negara Arab Teluk, cukup dengan KTP.
Raja melalui Kemendagri langsung memutuskan: aktivitas umrah ditangguhkan, Makkah ditutup bagi warga luar Saudi dan warga Arab Teluk.
Tak lama, mathof disterilkan, pribumi dan ekspatriat di dalam negeri Saudi tidak diperkenankan masuk Makkah dan Madinah.
Sehari berselang, bertambah 1 orang lain tertular virus. Diketahui dia satu grup perjalanan ke Iran dengan guru tadi.
Tidak lama, menjadi total 3 warga Saudi terjangkiti corona. Semuanya dari penduduk Qatif, penganut Syiah yang “umrah” ke Irak dan Iran.
Pengumuman; tenggat waktu 48 jam kepada warga Saudi yang berpergian ke Iran sejak 1 Februari, segera lapor untuk diperiksakan kesehatanya.
Mereka yang melapor dengan segera, diberi amnesti, tetapi yang melewati batas waktu, sanksi hukum menanti.
Pengumuman dari Kemendagri; seluruh pintu masuk via darat ke Arab Saudi ditutup. Hanya 3 bandara udara dibuka untuk kedatangan internasional; Jeddah, Riyadh dan Dammam.
Ternyata, terkuak total 11 warga Saudi terpapar corona. Dari satu tempat yang sama, di Muhafazah Qatif, pusat penganut Syiah di Saudi.
Hari Ahad (8/3), sekira jam 2 siang, polisi menutup akses ke dan dari Qatif, dari selatan dan utara. Semua penduduk Qatif diperkenankan kembali ke rumahnya, tetapi dilarang keluar kota.
Hanya kendaraan logistik sembako, oba-obatan dan patroli keamanan, masih diperbolehkan masuk-keluar kota yang diisolasi tersebut.
Malam harinya, pengumuman dari Menteri Pendidikan Saudi; sekolah umum, tahfidz quran, dan perguruan tinggi diliburkan. Gantinya, mereka belajar secara virtual, online dari rumah masing-masing.
Berikutnya, Kementerian Urusan Islam, Dakwah dan Bimbingan Masyarakat memberikan arahan terkait aktivitas di masjid; khutbah dan shalat jumat maksimal 15 menit, jarak waktu adzan dan iqomah shalat dipersingkat, dan lain-lain.
Sampai tulisan ini dibuat, 20 orang dilaporkan terinveksi virus corona, 1 warga negara Amerika yang tiba ke Riyadh setelah melancong dari Italia.
Mengapa pemerintah Saudi bergerak begitu cepat seperti di atas? Tidak lain, karena sikap pencegahan yang diutamakan, demi menjaga keselamatan warganya.
Saudi menerapkan kaidah Ushul Fiqh; “Dar’ul Mafâsid Muqoddam ‘alâ Jalbil Masholih“, menghindarkan kerusakan (kerugian) lebih diutamakan daripada upaya menarik keuntungan (kebaikan).
Dan, sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari). abf