Umrah Ramadan oleh: Haji Tanpa Antri Bilboard Dekstop
promo: Haji Tanpa Antri Bilboard Dekstop

Tersebarnya Sufi Utsmani dan Lahirnya Muhammad bin Abdul Wahab

Tersebarnya Sufi Utsmani dan Lahirnya Muhammad bin Abdul Wahab

Daulah Utsmaniyah atau Turki Ottoman, menguasai dunia Arab sejak 1326 hingga runtuhnya kekuasaan mereka tahun 1922.

Selama itu, mereka membutuhkan cara untuk menyebarkan pengaruh dan kendali mereka, dan pada saat yang sama harus menopang anggaran kebutuhan kesultanan mereka di Istanbul.

Oleh karena itu, Utsmaniyah menyebarkan ritual keagamaan dan takhayul melalui tasawuf, seperti penyebaran budaya menyembah kuburan orang shalih, tempat keramat, berdoa kepada orang mati, batu, pohon, dan mengkultuskan ajaran dan tokohnya.

Kuota Haji Dalam Negeri
Promo

Mereka memanfaatkan keterikatan orang Arab pada Islam dengan membangun tempat suci dan masjid di sekitar kuburan orang-rang saleh dan ulama.

Jika mereka tidak menemukan kuburan yang sebenarnya di suatu tempat, mereka membuat kuburan palsu.

Kemudian Ottoman mengeksploitasi kaum muslimin yang kurang ilmu dan lemah, meyakinkan mereka bahwa perlu berdoa kepada orang mati untuk mendapatkan rezeki, pernikahan, kehamilan, kekayaan, keselamatan, dan kesuksesan dalam hidup.

Sebagian tokohnya menyebarkan doktrin, agar sholat diterima, harus membayar sejumlah uang “sukarela” kepada wali makam. Semakin banyak uang yang dibayarkan semakin besar kesempatan untuk permohonannnya dikabulkan!.

Ketika umat Islam mengabaikan kebenaran agamanya, tempat suci kaum sufi bermunculan. Menyebar ke sebagian besar dunia Islam.

Bahkan, bisa jadi jumlah kuburan yang disembah di suatu negara tidak kalah dengan jumlah kota dan desa di negara tersebut.

Tak terkecuali di Arab Teluk yang menderita kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan jauh dari kebenaran Islam. Terdapat ratusan kuburan, yang uang dan pengorbanannya dipersembahkan agar doa diterima.

Cara Ottoman diikuti oleh Persia, menyebarkan Sufisme-Syiah, seperti menyembah kuburan, pohon dan batu, mengemis dan berputar-putar di sekitar kuburan. Mengumpulkan uang dari orang-orang bodoh dan lemah yang berharap ampunan Tuhannya, kemudian mereka ke Istanbul atau Teheran.

Oleh karena itu, Jazirah Arab menjalani hari-hari terburuknya dalam khayalan, keterbelakangan, dan fragmentasi serta dominasi yang mengerikan dari para pemimpin suku yang dibeli Ottoman dengan loyalitas mereka untuk menindas suku dan kabilah lain.

Promo

Situasi mengerikan ini berlanjut hingga seorang mujadid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, muncul di awal 1700-an dan memulai berdakwah kembali ke ajaran Islam, menolak mitos yang dibawa Ottoman.

Ottoman terganggu oleh dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab dan menggelarinya sebagai “Wahabisme,” menggambarkannya seolah-olah ajaran baru yang menisbatkan kepada Islam.

Padahal, gerakan Syaikh Muhammad adalah pembaruan (tajdid), ajakan untuk mengoreksi cara beragama untuk kembali ke Islam yang benar.

Syaikh Muhammad membutuhkan seorang pemimpin politik dan militer yang mendukung gerakan tajdid-nya. Dia menemukannya pada sosok Muhammad bin Saud, Emir Diriyah, sebuah desa di Najd di tengah Jazirah Arab. Inilah negara Saudi pertama yang lahir pada 1744.

Gerakan tajdid Syaikh Muhammad menyeru untuk kembali ke Islam yang murni dan benar, seperti berdoa langsung kepada Allah, melarang berdoa kepada mayit dan di kuburan, juga menyeru agar tidak memberikan uang di kuburan dalam bentuk apapun.

Buah dakwahnya, kaum Muslimin di Arab melancarkan kampanye untuk menghancurkan tempat-tempat yang dikeramatkan, mengakhiri era pemujaan orang mati dan kuburan, sehingga aliran dana ke perbendaharaan Kerajaan Ottoman terhenti dari Mekah dan Madinah.

Semua ini menjadi mimpi buruk yang mengancam aliran dana Utsmaniyah. Untuk itu, mereka menulis buku yang menentang dakwah Syaikh Muhammad, membayar agen-agen Arab mereka untuk mengubah citranya dan menggambarkannya sebagai kejahatan.

Sejak itulah, istilah “Wahabisme” diciptakan dengan cara yang menipu untuk menghubungkan semua bentuk terorisme dan ekstremisme dengan Arab Saudi.

Mereka ingin mencegah pengaruh “Wahabisme” terhadap Muslim lainnya, demi mempertahankan pendapatan dari muqollid ‘ama di tempat-tempat yang dikeramatkan.

Sayangnya, mitos Sufi Utsmaniyah dan penyembahan tempat yang dikeramatkan telah tersebar luas di dunia Islam. Karena uang yang dihasilkannya mengalir bagi pemiliknya, dengan terus mendistorsi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Mereka terus mencuri uang orang bodoh. Anda dapat bayangkan, berapa banyak uang yang dihasilkan dari satu kuburan.

Misalnya rezim Iran, penghasilan dari “tempat suci” digunakan untuk membiayai banyak operasi terorisnya. Lihatlah sejumlah besar uang yang dimasukkan oleh mereka yang memimpikan kekayaan.

Mereka terus menyebarkan ritual dan tarian gila yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Tetapi orang bodoh akan memanjakannya, untuk membakar emosi mereka yang berakhir dengan membayar uang dan memenuhi semua yang diinginkan oleh Syaikh dari tarekat sufi, lihat situasi mereka di Turki sekarang.

Akibatnya, banyak Muslim yang bodoh masih menggunakan istilah Wahhabisme, persis seperti yang diinginkan Ottoman. Dan mereka tidak tahu apa sebenarnya kebenaran “Wahhabisme” atau Muhammad bin Abdul Wahhab!

Ikhwanul Muslimin dan sufi yang bermimpi memulihkan Kekaisaran Ottoman, mengaitkan terorisme dengan Wahhabisme.

Tetapi mereka tidak akan memberi tahu Anda hakekat ajaran “Wahhabisme.” Misalnya, larangan “jihad bunuh diri,” di saat pemimpinnya Al-Qaradawi, menfatwakannya.

Padahal, apa yang dikenal sebagai terorisme dari umat Islam, tidak muncul sampai terbentuknya Ikhwanul Muslimin 100 tahun yang lalu, yang dianggap sebagai rahim lahirnya Al Qaeda, ISIS, dan kelompok teroris ekstremis lainnya.

Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah rahmata waasi’atan. Bisa jadi, tanpa perantara dia, rakyat Arab setiap Jumat ke kuburan dan berdoa kepada mayit memohon kesuksesan hidup, seperti yang terjadi saat ini di Turki, Iran, Irak, Suriah, Mesir, Maroko dan banyak negara Muslim lainnya.

*) Diterjemahkan dari HISTORY: Rise of Ottoman’s Satanic Mysticism and the Advent of Reformer Mohammed bin Abdul-Wahab, dengan beberapa perubahan seperlunya.