Permasalahan kebencian Turki Utsmani terhadap bangsa Arab telah menarik perhatian peneliti dan cendekiawan Arab.
Mereka mencari tahu, akar dari rasis yang dipraktekkan Daulah Utsmaniyah selama menduduki wilayah Arab.
Muhammad Kard Ali, menyebutkan dalam Muzakarat, di juz pertama, dengan bahasan yang diberi judul “Kurhul Atrak Lil Arab. ”
Dia mengatakan bahwa kebencian terhadap Arab dimulai saat Utsmani merebut wilayah Arab. Teori kaum mayoritas untuk kemaslahatannya membungkam suara kaum minoritas, merupakan keniscayaan saat itu.
Turki sejak pertama kali menduduki negeri Arab, menguasai berbagai bidang kehidupan, mulai politik, admnistrasi, hukum atau pasukan tentara.
Setelah 4 periode kekuasaannya di Suriah, Kard Ali menyatakan dalam tulisannya, orang-orang Turki fanatik terhadap ras mereka, mereka merasa muak terhadap semua orang yang berbicara dengan bahasa Arab.
Apabila orang-orang bekerja kepada mereka, maka mereka menganggap bahwa ini merupakan kekurangannya.
Padahal, orang-orang Turki, Kurd, dan warga pendatang mengetahui bahasa Arab dan berbicara dengannya.
Akan tetapi mereka mengingkari bahwa mereka mengetahuinya agar diterima oleh para wakil Daulah Utsmani. Seakan-akan mengetahui bahasa Arab adalah bagian dari kejahatan.
Penulis lain, seperti As’ad Daghir memberikan kesaksian didalam bukunya “Tsauratul Arab.”
As’ad Daghir adalah orang Lebanon yang daerahnya diduduki oleh Turki, yang mengusir warganya, yang mempersulit pekerjaan dan penghasilan mereka.
As’ad mengatakan, ketika itu negara arab, adalah negara Ilmu, cendikiawan dan pengetahuan. Saat Turki datang, berubahlah keadaannya.
Kerusakan karena orang-orang jahil, bertambah meluas.
Penguasa Utsmani membunuh para sastrawan dan seniman dari Timur hingga barat di negeri Arab.
Tidak tersisa di tanah arab, bekas pengaruh apapun, tidak ada ilmu pengetahuan, hingga ilmu syar’iat Islam.
Tetapi justru tumbuh sihir dan berbagai praktek perdukunan di negeri Arab.
Apa yang ditulis As’ad Daghir, diperkuat oleh buku “Ad Daris Fi Tarikh Al Madaris” karya Abdul Qadir bin Muhammad An Nu’aimi Ad Dimasyqi.
Buku ini, isinya membuat hancur dan menyesakkan dada.
Abdul Qadir memaparkan bahwa sebelum penguasaan Utsmani atas negerinya, tersebar banyak sekolah yang ramai.
Tetapi, sejak Turki Utsmani berkuasa, banyak sekolah diubah menjadi toko-toko, penginapan, markas tentara, atau bangunan untuk penguasa.
Di buku lainnya, “Munadamatul Athlal Wa Musamaratul Khayal” karya Abdul Qadir bin Badran, penulis asal Suriah, dia mengunkapkan isi hatinya.
Bin Badran merasa bersedih dan teriris hatinya, betapa banyak sekolahan yang kala itu ramai, sebagai tempat penyebaran ilmu dan pengetahuan sebelum Turki menguasai Suriah.
Tetapi sekolah tersebut, para pengajar, para cendikiawan, dan bangunan-bangunan seperti Jami,’ kemudian dihancurkan oleh Turki Utsmani.
Daulah Utsmaniyah memusnahkan semua pengetahuan, sekolah dan pengaruh keilmuannya.
Mereka tidak memiliki tujuan apapun kecuali membodohkan bangsa Arab, menjadikan mereka hidup dalam kebodohan dan ketertinggalan.
Pertanyaan muncul, mana Turki Utsmani yang membangun Sekolahan, peninggalannya, nama-namanya, mana bekasnya, mana, mana, mana dan seterusnya?
Pertanyaan ini tidak akan ditemukan jawabannya kecuali dengan pengingkaran mutlak.
Oleh karenanya, Dr. Abdul Aziz Awwad menulis tesis magisternya, yang diberi judul “Al Idarah Al Utsmaniyyah li Wilayah Suriah”, merujuk kepada sejarah Turki dan Arab.
Abdul Aziz memastikan bahwa pemerintahan Turki tidak pernah menyumbang apapun untuk pembangunan sekolah di Suriah.
Pendudukan Turki di Suriah, tidak pernah menyumbang apapun, meski untuk para pengajarnya.
Sebelumnya sekolah di Suriah dapat eksis atas bantuan muhsinin yang membangunnya dan manfaat waqafnya.
Abdul Aziz mengatakan bahwa orang-orang kampung di Suriah, merekalah yang membayar dan memberikan sedekah untuk pembangunan sekolah-sekolah dan membayar gaji para guru-gurunya.
Dan tidak ada Sedikitpun peran Daulah Utsmaniyyah dalam pembangunan sekolah atau dalam penyebaran Ilmu.
Simak pemaparan Dr. Sultan Al-Ashqah di kajian sejarah berikut ini: