Di antara sebab utama belum berhasilnya perjuangan Palestina adalah penetrasi Zionis ke dalam pemerintahan Palestina, selain para petingginya yang tak kunjung akur. Berikut ini catatan sejarahnya yang dirangkum sejak Perjanjian Oslo dan intervensi Arab Saudi demi menyatukan Palestina.
Pada tanggal 13 September 1993 M, Palestina secara resmi menormalisasi hubungan dengan Israel melalui pemerintahan resmi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) didukung pengakuan seluruh faksi Palestina yang dipimpin oleh Presiden Yasser Arafat.
Pada tanggal 10 Oktober 1993, Otoritas Palestina resmi didirikan untuk menjadi inti negara Palestina masa depan di tanah bersejarah Palestina, yaitu Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.
Pada tanggal 14 Desember 1998, PLO secara resmi mengubah kalimat dan frasa dalam piagamnya yang menyerukan penghapusan Negara Israel dan janji Arafat untuk memerangi terorisme. 12 dari 30 pasal secara resmi dihapus dan 16 pasal diubah sebagian, dalam pemungutan suara oleh Dewan Nasional Palestina dengan 2/3 mayoritas kursi pada sesi yang dihadiri oleh Presiden AS saat itu Bill Clinton di Gaza!
Poin penting dalam proses pengambilan keputusan Palestina
Dalam pemilihan presiden Palestina, Amerika meminta faksi Hamas untuk berpartisipasi dalam pemilu tahun 2005, dan hal ini ditegaskan oleh Emir Qatar dalam wawancara televisi ketika Hamas diminta untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Hamas berpartisipasi dalam pemilu dan berhasil mengalahkan Fatah di Gaza. Tetapi Fatah tidak menerima kegagalannya dan tidak sudi menyerahkan kursi pemerintahan secara resmi.
Untuk itu, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengumumkan pembentukan pemerintahan Palestina baru di Gaza dan tidak mengakui otoritas Palestina sejak saat itu.
Sehingga permasalahan Palestina menjadi dua pemerintahan yang terpisah, satu di Tepi Barat dan satu lagi di Gaza. Ini merupakan perubahan bersejarah dalam perjalanan pernjuangan Palestina.
Bencana Besar
Tibalah Amerika yang mendukung kedua partai tersebut dengan bantuan dana sebesar 100 juta dollar, dengan dalih untuk mensukseskan pemilu dan memantaunya secara internasional.
Kekeraskepalaan kedua partai Hamas dan Fatah dalam mempertahankan kursi pemerintahan semakin meningkat terutama dengan dukungan uang yang masuk kepada mereka pada pemilu tersebut.
Kemudian gerakan Hamas turun ke jalan dengan kekuatan senjata di Gaza, menyerupai kudeta militer sehingga menimbulkan perang saudara antara Hamas dan Fatah yang mengakibatkan ribuan korban jiwa.
Intervensi Raja Abdullah rahimahullah
Pada bulan Februari 2007, Arab Saudi melakukan intervensi langsung untuk mengakhiri perang saudara Palestina dengan mengundang pemimpin Hamas dan Fatah ke Mekah.
Arab Saudi berharap dengan mempertemukan kedua faksi tersebut sebagai rekonsiliasi Palestina. Di depan Ka’bah, mereka menandatangani perjanjian perdamaian.
Pertama, Mengharamkan darah Palestina dan pertumpahan darah umat Islam.
Kedua, Membentuk pemerintahan rekonsiliasi nasional yang mempertemukan kedua pihak di bawah satu pemerintahan dengan satu tujuan yaitu melawan pendudukan Zionis.
Isi perjanjian lainnya tedapat dalam pernyataan di bawah ini, yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, Mahmoud Abbas dan Khaled Meshal.

Tetapi kemudian, mereka kembali bertengkar satu sama lain hingga saat ini. Mereka menjadi lemah dan Zionis menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Tentu saja Zionis mengambil keuntungan dari aspek politik ini dan mencari kesempatan untuk menguasai Gaza di masa depan, dengan melakukan apa yang setiap waktu terjadi, tetapi tetap melakukan perundingan dengan Tepi Barat saja![]
Sumber: Columbuos