Haji Program Mina Towers oleh: Billboard Dekstop Haji Program Mina Towers
promo: Billboard Dekstop Haji Program Mina Towers

Kisahku Mendaftarkan Diri ke Islamic University of Madinah

Kisahku Mendaftarkan Diri ke Islamic University of Madinah

Dari halaman Facebook Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri, berikut kisah beliau.

Hingga beberapa waktu lalu, ada 3 cara untuk bisa diterima di kampus Saudi Arabia ini:

  1. Ikut tes wawancara langsung dengan datang ke kampus tersebut di kota Madinah.
  2. Ikut kegiatan daurah yang diadakan oleh kampus itu di sebagian pesantren di Indonesia, lalu di sela sela daurah biasanya diadakan tes interview langsung oleh dosen / syeikh yang menjadi pemateri kegiatan daurah.
  3. Mengirimkan berkas persyaratan ke kampus.

Saya berkesempatan mewakili Pes. Al Irsyad ikut serta dalam daurah di Pes. Al Futuhiyah Cipanas Jawa Barat.

Webinar Haji Mina Tower
Promo

Kami mendapat kesempatan untuk mengajukan diri mengikuti tes interview, namun sayang kami datang tanpa membawa syarat administrasi yang dibutuhkan, sehingga jelas saja tidak memenuhi kualifikasi.

Satu satunya berkas yang kami bawa kala itu hanya surat undangan mengikuti daurah yang ditujukan ke Pes. Al Irsyad. Saya dan 2 rekan saya tidak membawa ijazah, karena walaupun sudah lulus, namun ijazah memang belum diterbitkan oleh pesantren, sedang menjalani masa pengabdian. 

Berkas lainnya, meliputi akte kelahiran rekomendasi, foto dll tidak kami bawa, , karena minimnya info tentang persyaratan yang dibutuhkan dan penugasan mewakili pesantren juga mendadak, paginya kami mendapat tugas mewakili pesantren, sorenya harus sudah berangkat ke Pesantren Al Futuhiyah.

Belum lagi status Pesantren Al Irsyad yang juga belum mendapat pengakuan alias belum disetarakan dengan jenjang SMA di Saudi Arabia.

Wajar bila Dr. Nayif bin Nafi’ Al Amri hafizhohullah menolak mentah mentah pengajuan kami …mungkin saja beliau menilai kami bertiga adalah contoh oknum oknum bermuka tembok, tidak membawa berkas persyaratan apapun, dan sekolahnyapun belum dikenal.

Sempat terpikir oleh kami untuk segera pulang meninggalkan daurah, karena semacam telah mendapat kepastian tidak bisa ikut seleksi.

Namun kala itu, saya meyakinkan kepada kedua teman saya agar tetap bertahan dengan alasan:

1. Keikut sertaan kita bukan sekedar untuk mengikuti seleksi intervew, namun juga mewakili pesantren agar bisa dikenal oleh Islamic University of Madinah, sehingga misi dan tugas ini harus ditunaikan hingga tuntas, apalagi biaya keikut sertaan kita bertiga sepenuhnya ditanggung oleh Pesantren, sehingga kita memikul tanggung jawab menjaga nama baik pesantren.

2. Keyakinan bahwa di Tangan Allah Ta’ala terdapat solusi atas mimpi dan harapan kita.

Umrah Anti Mainstream
Promo

Hari demi hari daurah terus berlalu, hingga ketika daurah telah mendekati hari penutupan, Syeikh Aburrahman As Sa’dy secara khusus memanggil saya dan menanyakan perihal minat mendaftarkan diri ke UIM. Beliau heran, kenapa tidak melihat saya dan kedua rekan saya mendaftar.

Saya sampaikan bahwa kami bertiga telah menghadap kepada ketua delegasi yaitu Syiekh Nayif Al ‘Amri, namun beliau menolak pengajuan kami dengan alasan yang telah diutarakan di atas.

Mendengar jawaban saya, beliau meminta saya dan kedua teman saya untuk segera menghadap kepada beliau pada keesokan harinya. Hati sayapun berbinar binar, peluang yang saya impikan kembali terbuka, namun satu masalah besar masih menjadi kendala besar, yaitu kelengkapan berkas dan persyaratan, mengingat kami tidak membawa berkas apapun, selain surat undangan dari panitia.

Segera, kami mengatur strategi dan berbagi tugas: 

1. Saya bertugas meyakinkan Mudir Pesantren Ust Yusuf Utsman Ba’isa agar segera menerbitkan ijazah kami bertiga, sesingkat singkatnya dan juga mengirimkan copy ijazah via fecsimile/fax dan atas izin Allah, misi ini sukses saya jalankan.

2. Saya juga bertugas mendapatkan rekomendasi dari Kiyai Pengasuh Pesantren Al Futuhiyah, dan atas karunia Allah, misi ini juga berhasil saya tunaikan. Uniknya, pengasuh pesantren ini tidak bisa berbahasa Arab, apalagi menuklis rekomendasi dalam bahasa Arab. Solusinya, saya tulis sendiri rekomendasi yang saya butuhkan dalam bahasa Arab, dan kemudian saya bacakan ke beliau, dan beliau menyetujui isinya, lalu beliaupun menandatangani rekomendasi untuk kami bertiga itu.

3. Kedua sahabat saya, bertugas mendapatkan rekomendasi dari Ustadz Yazib bin Abdul Qadir Jawwaz hafizhahullah di kota Bogor, dan keduanya juga sukses membawa tanda tangan beliau di tiga lembar kertas kosong, karena beliau mempercayakan redaksi rekomendasinya kepada kami sendiri. 

Ada satu kejadian menegangkan pada perjalanan keduanya, sepulang dari kota Bogor, kedua sahabat saya bukannya segera kembali ke lokasi daurah, namun menyempatkan mampir di pasar Cipanas untuk makan bakso, padahal waktu yang dijanjikan oleh Syeikh Abdurrahman As Sa’dy semakin dekat. Kala itu belum ada HP, sehingga harap harap cemas menghantui pikiran saya, walaupun akhirnya keduanya tiba di komplek daurah menjelang asar. 

Seusai menuliskan redaksi rekomendasi, pada ketiga lembar kertas yang telah ditanda tangani oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwaz hafidzahullah, kamipun segera menghadap ke Syeikh Abdurrahman bin As Sa’dy. 

Beliaupun segera memanggil saya untuk masuk ke ruangan interview, dan di ruangan sudah menunggu seorang syeikh lain, yaitu Syeikh Su’ud Ad Da’jan. Keduanya segera menyampaikan beberapa pertanyaan, berkaitan dengan hafalan Al Qur’an, pengetahuan ilmu agama, akidah, fiqih, bahasa arab dan lainnya.

Selanjutnya kedua teman saya juga mendapatkan kesempatan yang sama. Dan beliau berdua, meminta kepada kami agar dalam tenggat waktu 1 bulan, kami mengirimkan semua berkas pendaftaran kami ke alamat kampus UIM. 

Selang beberapa waktu, dari kepulangan kami dari daurah tersebut, datang sepucuk surat dari Universitas Islam of Madinah ke Pesantren Islam Al Irsyad yang menegaskan bahwa Pesantren Islam Al Irsyad Tengaran telah dinyatakan setara dengan jenjang SMA yang dikelola oleh Universitas Islam Madinah. 

Dan tidak lama dari pengakuan tersebut, di suatu sore datang seorang petugas pos mengantarkan 2 pucuk surat dari Yayasan Ar Rahmah Jakarta. Dan kebetulan saya langsung yang menerima kedua surat itu dari petugas pos. 

Melihat nama pengirim kemudian nama penerima surat yang padanya dengan jelas tertuliskan nama saya, hati saya berdetak dengan keras, dan segera bersujud syukur, menyadari saya diterima di UIM. Semua itu atas pertolongan Allah semata, bukan atas usaha saya atau lainnya.

Semoga kisah di atas menjadi inspirasi anda semua, bahwa suratan taqdir Allah-lah yang akan menentukan jalan hidup kita, bukan lembaga pendidikan kita dengan segala fasilitas dan statusnya, dan juga bukan jasa siapapun, sutuhnya pertolongan Allah Ta’ala, hanya kepada-Nyalah sepatutnya kita memuja dan bersyukur.[]