Share the Ideas oleh: Share the Ideas
promo: Share the Ideas

Asal Usul Turki Utsmani: Jalaluddin Rumi & Sifat Keji Keturunan Tatar Mongol

Di pembahasan sebelumnya, telah disebutkan oleh banyak sejarawan dan cendekiawan yang telah menyatakan bahwa asal-usul bangsa Turki Utsmani berasal dari suku Mongol, secara umum, atau Tatar ditinjau secara khusus.

Berikut bukti-bukti sejarah yang membuktikan lebih jelas bahwa asal-usul bangsa Turki adalah benar-benar suku Mongol atau Tatar.

Dan ini bukanlah tuduhan atau klaim. Meskipun ada yang beranggapan tidak ada kaitannya asal-usul bangsa Turki dengan suku Mongol.

Sebagaimana yang telah dibahas oleh Al-Amir Syaqib Arselan sebelumnya, bahwasanya bangsa Turki bangga dengan asal-usul mereka yaitu Mongol.

Mereka menyanyikan nasyid-nasyid yang memuji Jenkish Khan dan pengikutnya.

Orang-orang Turki semenjak Daulah Utsmani, mereka sangat mengagungkan seseorang yang bernama Jalaluddin Rumi, yang dijuluki sebagai Maulana.

Bahkan sampai hari ini orang-orang Turki mengagungkan dan memuliakan tokoh yang dipanggil Maulana Jalaluddin Rumi.

Mereka mengadakan perayaan di kuburannya, sampai hari ini. Mereka menyeka kuburnya dan mencari berkah dari kuburan tersebut. Juga membuat perayaan peringatan wafatnya.

Dalam perayaan tersebut, mereka melakukan tarian Darawis, melakukannya gerakan badan berputar-putar, mengenakan peci dan busana putih besar di bagian bawahnya.

Mereka berputar-putar dengan cara yang aneh seperti orang yang mabuk, berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Sebagai pengagungan terhadap tokohnya, Daulah Utsmani memberi hadiah kepada orang-orang Maulawiyyah, yaitu pengikut Jalaluddin Rumi. Dia juga yang menghias makam Jalaluddin Rumi.

Lalu Sultan Bayazid II, merevonasi makam Jalaluddin Rumi, membuatkan hiasan-hiasan dan memasangkan kain-kain tenunan.

Seorang Sultan yang agung, Sulaiman Al-Qanun, menjadikan makamnya ruangan untuk menari tarian Darawis.

Sultan Muhammad Rosyad, seorang sultan pada akhir-akhir masa kesultanan  Utsmani, menghadiahkan seorang Masyayikh Thariqah Maulawiyyah, sebuah ikat pinggang kehormatan sultan dengan sarung pedang ditengahnya saat pembaiatan.

Bahkan seorang Ataturk Almani, menghadiahkan pecinya kepada seorang Syaikh Thariqat Maulawiyyah Abdul halim Jalabi.

Siapakah Jalaluddin Rumi ini? Apa kaitannya dengan tema asal-usul orang Turki adalah suku Mongol?

Jalaluddin Rumi ini, seorang agen yang bersekongkol dengan orang-orang Mongol ketika perang dunia Islam.

Jalaluddin Rumi marah kepada siapapun yang mencoba menyatakan perang terhadap bangsa Mongol. Dia sangat menyudutkan orang-orang yang membicarakan kedzaliman bangsa Mongol.

Jalaluddin Rumi menyebut bahwa bangsa Mongol adalah bangsa yang benar, bangsa yang adil. Sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah Al Qanawi dibukuya “Akhbar Jalaluddin Rumi

Qanawi menjelaskan siasat Jalaluddin Rumi, seperti mengutus As Syams At Tabrizi sebagai perantara antara Mongol dan Jalaluddin Rumi.

At Tabrizi memasuki Anadolu melalui jalan yang sama, yang dimasuki orang Mongol ketika menjajah 1 tahun setelahnya.

Jalaluddin Rumi juga yang mengadakan pertemuan dengan pemimpin orang Mongol, Bayju Noyan di Kunya pada tahun 654 H.

Jalaluddin Rumi bahkan menjuluki pemimpin kafir Mongol, bahwa mereka adalah wali dari wali-wali Allah.

Hal ini dikatakan Al Qanawi dalam bukunya “Akhbar Jalaluddin Rumi.”

Begitulah seorang Jalaluddin Rumi bersama orang-orang Turki yang bersekongkol membuat pertemuan dan perayaan dengan seorang pemimpin kafir dari bangsa Mongol, Bayju Noyan .

Padahal orang-orang kafir inilah, yang memerintahkan pasukan Mongol membantai penduduk Baghdad dan lainnya.

Jalaluddin Rumi pun pernah berkhutbah di depan orang-orang pada hari Jum’at, hari di mana Mongol menyerbu Kunya, Turki.

Ketika itu Mongol sangat terbantu dengan bantuan yang diberikan Jalaluddin Rumi.

Saat tentara Mongol menyita hasil seluruh penggilingan gandum, tetapi tidak melakukannya kepada Jalaluddin Rumi dan orang-orang terdekatnya. Sebagai bentuk balasan atas bantuannya terhadap Mongol.

Muhammad Abdullah Al Qonawi menyebutkan di buku yang sama, ia mengatakan bahwa pengikut Jalaluddin Rumi, dari kalangan Masyayikh Maulawiyyah, mereka semua turut andil dalam urusan orang-orang Mongol, mengikuti mereka dengan penuh kesetiaan.

Mereka menghasud untuk membunuh para pemimpin Saljuk di kota Anadolu, Turki.

Muhammad Abdullah Al Qanawi mengatakan bahwa Jalaluddin Rumi berbicara tetang Mongol; bahwa dahulu bangsa Mongol ketika datang ke negeri Turki, tanpa busana, tunggangannya lembu dan senjata mereka dari batang kayu.

Namun hari ini mereka mengalami kemajuan, mereka memiliki pasukan terbaik dari kalangan suku Arab, mereka memiliki senjata-senjata terbaik.

Rumi juga mengatakan, Allah telah menolong mereka. Allah telah menolong mereka di saat keadaan mereka sedang lemah, di hari ketika hati mereka hacur, saat tubuh mereka kurus kering,

Allah telah menerima keluhan mereka, dan mereka sekarang telah maju dan pasukannya menjadi kuat.

Allah tidak memenangkan mereka, dan memudahkan urusan mereka bukan sebab kekuatan yang ada pada diri mereka, melainkan karena pertolonganNya yang menjadikan mereka lebih maju.

Dan dengan pertolongan itu, mereka akan menguasai Dunia.

Tidak cukup itu saja, Jalaluddin Rumi menujuluki tentara Mongol sebagai Tentara Allah. Dia sangat bergembira tatkala Baghdad jatuh ke tangan Mongol, sebagaiaman yang disebutkan Qonawi di bukunya.

Dan ketika pasukan muslimin berhasil memenangkan pertempuran dalam perang Ain Jalut, Rumi terpaku dan diam, tanpa berbicara satu kalimat pun. Dia membisu melihat kemenangan muslimin atas Mongol ketika itu.

Perhatikan, orang-orang Turki mengagungkan Jalaluddin Rumi dan menganggapnya sebagai wali mereka.

Maka tidak heran, mengapa orang-orang Turki membangga-banggakan bahwa mereka adalah orang Mongol, pada saat mereka mengagungkan Rumi yang memujinya juga.

Dan bukti bahwa etnis Turki berasal dari etnis Mongol (Tatar), mereka membantu peyerangan terhadap negara mana saja yang di bawah kekuasaan mereka.

Dahulu orang-orang Mongol melakukan pencurian dan perampasan ketika menjajah negara-nega Islam. Mereka memusnahkan buku-buku atau dengan membakarnya.

Inilah yang dilakukan orag-orang Turki di Damaskus pada saat menguasainya, pada masa Sulaiman I pada tahun 922H.

Seperti yang disebutkan Ibn Tholun dibukunya “Mufakahatul Khullan,” sekaligus sebagai saksi mata yang mengalaminya.

Dia menyaksikan, bagaimana tentara Turki Utsmani mengeluarkannya dari rumah, membuang buku-bukunya.

Inilah yang seperti dilakukan pasukan Mongol Tatar ketika memusnahkan buku-buku di  Baghdad bersama Hulagu Khan. Kemudian mereka melakukan hal yang sama di Damaskus ketika berperang bersama Timur Lenk.

Sayyid Muhammad Syilli, ia hidup pada masa kekuasaan Sultan Sulaiman I di Mesir pada tahun 923 H, menulis dalam bukunya, “As Sana’ Al Bahir bi Takmiil An Nur As Safir.”

Dia mengatakan bahwa tentara Turki Utsmani ketika menguasai Kairo, merampas barang-barang berharga, menumpahkan darah, menculik para wanita, merusak tempat tinggal, hingga air mata mengalir dengan darah.

Kekejian ini persis yang dilakukan bala tentara Mongol Tatar, mencontoh setiap perlakuannya dengan detail.

Muhammad bin Abu Surur al-Bakri Ashhidiqiy, seorang simpatisan dan pendukung kerajaan Utsmani menulis dalam bukunya “An Nuzhah Az Zahiyyah,” saat Sultan Salim menguasai Kairo, Mesir.

Dia mengatakan, ketika Maulana Sultan Salim Khan keluar dari Mesir, dia membawa 1000 ekor unta yang mebawa emas dan perak, dirampas dari Mesir untuk kemudian dibawa pergi ke Istanbul.”

Al Bakri yang mengatakan, dibawa bersamanya barang-barang antik, senjata, barang berharga, tembaga, kuda, keledai, unta, mencuri bebatuan pualam yang mewah dan mengambil semua yang berharga.

Tentara-tentara Turki Utsmani mencuri dan merampas dari Mesir sesuatu yang tidak bisa dihitung, benar-benar seperti apa yang dilakukan pasukan Mongol dan Tatar.

Ibn Bashr juga mengisahkan hal yang sama dalam bukunya “’Unwan Al Majd.” Kisah perampokan tentara Turki saat melewati perbatasan Najd, saat perang di masa terakhir runtuhnya kerajaan Utsmani.

Dia mengatakan bahwa Ibrahim Pasha ketika pergi dari Dir’iyyah, dia telah mencuri buku-buku dari perpustakaan Jawami’ Dir’iyyah, buku-buku yang ketika itu sangat populer di kalangan penduduk Dir’iyyah.

Ibn Bashr menyebutkan bahwa pemimpin Turki, Hussein Beik dan para tentara Turki, mencuri perkiasan-perhiasan wanita, merampok semua peralatan masak penduduk Najd.

Prilaku tersebut benar-benar sangat mirip dengan yang dilakukan para penjajah Mongol Tatar.

Nantikan untuk peristiwa sejarah lainnya, ma’assalamah.