Jenis visa untuk ke Arab Saudi di antaranya visa pemerintah; dinas dan diplomat, bisnis, haji dan umrah, visit (ziarah) dan sebagainya.
Menurut Ahmad Sayfuddin, Koordinator Perlindungan Warga (KPW) KBRI Riyadh, yang sering disalahgunakan oleh warga Indonesia untuk ke Arab Saudi adalah menggunakan visa ziarah syaksyiah (kunjungan pribadi).
Visa ini merupakan atas undangan warga Saudi digunakan untuk bekerja. “Karena tertulis di visa ziarah ghairu shalih lil’amal, tidak diperbolehkan untuk bekerja,” papar Ahmad.
Dalam podcast KBRI Riyadh terbaru, Ahmad juga menjelaskan bahwa visa ziarah ini memiliki masa berlaku sampai tiga bulan saja dan bisa diperpanjang sampai 3 bulan berikutnya.
Selama masa berlakunya belum habis, maka warga asing masih bisa menetap dan keluar dari Arab Saudi tanpa masalah. Tetapi jika lewat masa tinggalnya, meskipun satu hari, maka ada sanksi dengan sebesar SR 15,000 (Rp 60 juta).
Bahaya bekerja dengan visa ziarah yang disampaikan Ahmad, di antaranya tidak bisa dilakukan pelindungan pemerintah Indonesia kepada pekerja, “misalkan dia menuntut gaji, karena tidak ada kontrak,” imbuh Ahmad.
Untuk mendapatkan kontrak kerja hanya bagi yang mengantongi iqamah (izin menetap) atau yang datang ke Arab Saudi dengan visa kerja. Sedangkan visa ziarah bukan untuk bekerja.
Ahmad juga menyampaikan hasil kunjungan ke Direktur Jenderal Keimigrasian Arab Saudi, bahwa jumlah warga Indonesia yang overstayer, “dari 365 ribu yang masuk menggunakan visa ke Arab Saudi, ternyata 191 ribu orang dilaporkan lari dari tempat bekerja.”
Menurutnya, ini merupakan angka fantastis dari pekerja Indonesia yang kabur dari bekerja di perusahaan (syarikah), perorangan (kafil) dan termasuk yang masuk ke Arab Saudi dengan visa ziarah.
Bahaya visa ziarah lainnya bisa Anda simak lebih detail di podcast KBRI Riyadh berikut ini: