Video: Turki Utsmani Pencuri Kamar Nabi Yang Mulia

Akhir tahun 2017 terjadi “perang” twit antara Menlu UEA dan Menlu Turki yang kemudian juga ditanggapi Erdogan.

Menlu UEA dalam twitnya menyebut pahlawan Ottoman “Fakhri Pasha” adalah pencuri peninggalan Nabi Shallallahu alaihi wasallam.

Menlu Turki pun membalas bahwa Fakhry Pasha adalah pejuang.

Erdogan pun dengan marah bertanya kepada menlu UEA, “While Fahreddin Pasha was defending Medina, where were your forefathers?” (Ketika Fakhruddin Pasha mempertahankan Madinah, dimana kakek Anda ketika itu?)

Tanggapan Erdogan ini ditanggapi oleh penulis dan tokoh Madinah. Akhir tahun itu juga digelar seminar yang menghadirkan pakar sejarah dan tentu saja, anak cucu keturunan ahlu Madinah.

infohajian.org

Dipaparkan pencurian barang-barang peninggalan Nabi Shallallahu alaihi wasallam.

Jadi ceritanya, sewaktu terjadi revolusi Arab yang dipimpin Syarif Husain, garnisun Ottoman terakhir yang dipimpin Fakhry Pasha terdesak ke Madinah.

Sebenarnya Ottoman sudah menyerah, namun Fakhry menolak. Dia memilih membuat barikade di mesjid Nabawi.

Senjata dan bahan peledak ditumpuk disekitar mesjid dan kamar Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Lalu terjadilah negosiasi antara Syarif Husain dan Ottoman. Ottoman membujuk Fakhry agar menyerah.

Terjadi surat-menyurat rahasia antara Fakhry dan Istanbul. Salah satu surat Fakhry adalah meminta otoritas Ottoman agar dia diperkenankan membawa barang-barang peninggalan Nabi Shallallahu alaihi wasallam ke Istanbul.

Ottoman setuju. Lalu diangkutlah barang-barang tersebut dengan kereta yang disebut “Amanah” dikawal 2.000 tentara.

Barang-barang itu terdiri dari barang cetakan seperti mushaf yang dibaca Utsman bin Affan radhiyallahu anhu dan manuskrip lainnya yang sudah terjaga belasan abad lamanya.

Diangkut pula pedang, piring, dan barang-barang hadiah untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam dari negeri lain seperti India.

Rombongan itu singgah bermalam di perpustakaan Damaskus. Barang-barang ditaruh di sebuah kamar, sementara barang cetakan ditaruh disebuah kamar mandi.

Qaddaralah, sungai Barid meluap. Mushaf dan manuskrip-manuskrip tidak jelas nasibnya, entah hanyut atau hancur. Yang jelas, tidak ikut terangkut ke Istanbul.

Lalu benarkah argumen Fakhry, Ottoman, dan Erdogan, bahwa pemindahan itu untuk melindungi peninggalan Nabi shallallahu alaihi wasallam?

Argumentasi ini dibantah sejarawan Kuwait, Dr. Sulthan Al-Ashaqah. Alasannya kata Al-Ashaqah;

Pertama, alasan bahwa orang Arab akan merusak peninggalan Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak tepat.

Sebabnya adalah Syarif Husain saat itu adalah orang yang menghormati kota Madinah. Memang dia dibantu Inggris dan Prancis, namun dia tidak memperkenankan Inggris dan Prancis masuk ke Madinah.

Argumen Al-Ashaqah ini benar jika merujuk ke sejarah, seperti Eugene Rogan, Inggris hanya membantu dari tepi Laut Merah sedang Prancis mengirimkan tentara muslim dalam jumlah sangat sedikit (seingat saya, sekitar 80-an orang).

Dan jangan lupa, Syarif Husain adalah “syarif” yang berarti keturunan ahlul bait. Tentu lebih peduli dengan milik keluarganya dibanding orang Turki.

Kedua, jika memang Fakhry ingin menyelamatkan peninggalan Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu mengapa Fakhry menimbun bahan peledak hingga ke kamar Nabi shallallahu alaihi wasallam yang mulia?

Bukankah itu berpotensi menghancurkan kamar bahkan kubur Nabi shallallahu alaihi wasallam?

Saya sendiri membaca negosiasi antara pihak Syarif Husain dengan pihak Ottoman dalam buku “Mudzakkiraty” yang ditulis Abdullan bin Husain, anak Syarif Husain.

Sebenarnya sudah ada yang menyebut-nyebut untuk menyerbu masuk ke dalam. Alasannya dulu Ka’bah juga pernah diserbut di zaman Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhuma.

Namun alhamdulillah tidak terjadi. Tidak terbayang jika pasukan Syarif Husain nekat menyerbu ke dalam mesjid Nabawi, akan terjadi kehancuran yang tidak bisa kita bayangkan.[]

*) Ditulis oleh Ibnu Murajab, pengamat Timur Tengah dan dunia Islam, tulisan asli berjudul “DARI KAMAR NABI YANG MULIA…” dengan perubahan seperlunya.