Tidak sedikit tersebar tulisan fitnah dan dusta terkait sejarah Makkah dan Madinah di awal berdirinya Kerajaan Arab Saudi.
Dalam halaqah sejarah kali ini, Dr. Sultan Al-Ashqah membawakan bukti sejarah dari sumber saksi hidup yang mengalami pada masa tersebut.
Di antaranya, sejarawan Kuwait, Muhyiddin Ridha, yang bercerita bagaimana kondisi Al-Haramaian di bawah kekuasaan Turki Utsmani.
Kesaksiannya tertuang dalam buku “Rihlatii Ila Hijaz.” Dia menceritakan bahwa kondisi Hijaz kacau balau, banyak kerusuhan, penindasan dan perampasan di musim haji.
Siapa saja yang ingin menunaikan ibadah haji, merasa yakin tidak akan kembali lagi ke rumahnya, menggambarkan bahwa zaman tersebut tidak aman.
Perjalanan ibadah haji menjadi seperti menuju medan perang. Di masa Turki Utsmani, jasad manusia didapati di jalanan menuju Makkah.
Hal serupa di atas juga dikisahkan oleh Al-Amir Syakib Arselan dalam buknya “Al-Irtisaamat Al-Lutthaf.”
Arselan saat itu langsung diberitahu oleh putra-putra pangeran Makkah, bahwa desa di Taif, dekat Makkah, masyarakatnya tidak sudi membuka gerbangnya untuk memberikan jalan kepada siapapun.
Mereka takut dengan penjahat di jalanan, begal, sampai tidak berani keluar rumah kecuali dengan membawa senjata.
Kondisi hilangnya keamanan tersebut, berlangsung cukup lama selama Turki Utsmani menguasai Hijaz.
Sejarawan dan tokoh terkemuka Makkah kala itu, Husain Basalamah, mengisahkan hal yang sama dalam majalah “al-Kuwait al-Iraqi”
Husein mengatakan bahwa antara Makkah dan Jeddah terdapat 30 pos pemeriksaan tentara Turki. Demikan pula antara Makkah dan Madinah, terdapat 11 pos pasukan Turki.
Setiap jemaah haji melewati antar pos tersebut, diserang oleh begal; dirampas hartanya sebagi upeti agar bisa melintas jalan tersebut. Jika ada yang melawan, akan disakiti hingga dibunuh.
Dalam kondisi demikian, pemerintah Turki Utsmani yang berkuasa kala itu, tidak melakukan apa-apa, telah hilang amanah.
Bagaimana dengan kondisi setelah Hijaz diambil alih oleh Raja Abul Aziz? Pertanyaan inilah yang diajukan oleh politisi senior, Prof. Muhammad Husein Haikal, asal Mesir.
Simak jawaban Yang Mulia Raja Abdul Aziz bin Abdirrahman Al faishal, rahimahullah dalam video ini: