Mayoritas pengelolah toko-toko tersebut adalah ekspatriat Bangladesh.
Meskipun lokasi toko mereka berada di jalan-jalan sempit, tetapi tidak sedikit pelanggan dari warga maupun tamu jemaah umrah dan haji mendatangi dan berbelanja pakaian anak-anak dan berbagai macam abaya (pakaian wanita khas Arab berwarna hitam).
Pada musim haji seperti baru lalu, merupakan momen paling menguntungkan bagi para pedagang. Karena saat itu jemaah haji yang telah selesai menunaikan manasiknya, mengunjungi Balad untuk berbelanja, di mana para wanita lebih suka membeli abaya dan pakaian anak-anak sebagai hadiah untuk dibawa kembali ke negara mereka masing-masing.
Menghadapi peraturan baru saudisasi, beberapa toko menjual harga abaya dan pakaian lain dengan harga miring, sebagai upaya “cuci gudang.”
Kementerian Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Arab Saudi telah memberikan fleksibilitas dengan membatasi 70 persentase tenaga kerja di sektor ini harus warga Saudi. Namun, sebagian besar bisnis ini gagal memenuhi kriteria tersebut, karena operasional toko-toko fashion tetap dikerjakan oleh ekspatriat, terutama dari Bangladesh, dengan tasattur (ilegal).
Pemerintah Saudi secara resmi memberikan tenggat waktu sampai dengan 1 Muharram 1440 (11 September 2018) untuk menjalankan secara penuh aturan saudisasi di atas. Sejalan dengan itu, sering dilakukan inspeksi mendadak sepanjang tahun dan tidak sedikit pemilik toko menutup tokonya untuk menghindari hukuman.
Sebagaimana diketahui, sebagian besar pengelolah toko pakaian merupakan ekspatriat Bangladesh, tepatnya dari daerah Chittagong, yang dikenal sebagai orang-orang yang gigih dalam wirausaha, baik di negaranya maupun di luar negeri. Sebagian mereka berasal dari India dan Yaman, tetapi jumlah mereka tidak terlalu signifikan.
Selama ini, jika ada inpeksi mereka secara spontan berbagi informasi agar tidak terjaring.
Namun, mengantisipasi pemeriksaan secara menyeluruh dengan nol toleransi, mulai tahun baru 1440 Hijriah (11 September), beberapa pemilik toko menolak memperbarui perjanjian sewa dan sebagian ekspatriat pengelolah toko pakaian tersebut telah meninggalkan Saudi secara permanen (final exit). Sementara yang lainnya, sedang bersiap-siap untuk mengikuti jejak final exit.
“Kami ingin mematuhi hukum Saudi dan menghormatinya. Oleh karena itu kami secara sukarela menutup da tidak meneruskan usaha di toko pakaian,” kata seorang pemuda Bangladesh yang telah menjalankan bisnis abaya selama lebih dari satu dekade.
Saudaranya telah kembali ke negaranya dan dia juga berencana untuk mengikutinya dalam beberapa bulan ke depan.
Bukan hanya Balad, tetapi Bawadi dan Jamia yang merupakan pasar populer lainnya di Jeddah, di mana para ekspatriat mendominasi berbisnis di sektor ini, ceritanya tidak jauh berbeda.
Dari sumber-sumber pasar lainnya mengatakan, bahwa di Riyadh, Dammam, dan wilayah lain di Arab Saudi juga menghadapi situasi yang sama. SG