Pemerintah Indonesia siap menandatangani perjanjian yang mengakhiri larangan terhadap pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi, baik sebagai pekerja rumah tangga maupun pegawai sektor publik, setelah menerima jaminan dari Arab Saudi untuk menerapkan perlindungan pekerja yang lebih kuat.
Menteri dari kedua negara dijadwalkan menandatangani nota kesepahaman akhir bulan ini di Jeddah, yang bertujuan untuk memfasilitasi pekerjaan legal bagi pekerja migran, menurut Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), Abdul Kadir Karding.
“Setelah sistem perlindungan tenaga kerja Arab Saudi membaik secara memadai, kami akan membuka kembali program tersebut,” kata Abdul Kadir dalam pesan teks yang dikutip asharqbusiness pada hari Sabtu (15/3/25).
Indonesia sebelumnya telah memberlakukan pembatasan penempatan tenaga kerja ke beberapa negara Timur Tengah karena kekhawatiran mengenai perlindungannya. Namun, larangan ini dikritik karena menjadi celah yang memungkinkan terus mengalirnya pekerja ilegal, di tengah tingginya permintaan tenaga kerja Indonesia di kawasan tersebut.
Abdul Kadir mengungkapkan bahwa selama hampir satu dekade moratorium, lebih dari 25.000 pekerja rumah tangga memasuki Arab Saudi secara ilegal setiap tahun. Bekerja di luar negeri merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak orang Indonesia di tengah tingginya tingkat kemiskinan pengangguran di dalam negeri.
Abdul Kadir menjelaskan bahwa pemerintah Arab Saudi menawarkan hingga 600.000 peluang kerja, termasuk sekitar 400.000 peluang kerja di sektor tenaga kerja rumah tangga dan 200.000 peluang kerja di sektor formal.
Perjanjian baru tersebut juga mencakup perlindungan yang lebih kuat bagi pekerja, termasuk upah minimum bulanan sekitar 1.500 riyal Saudi ($399), atau Rp 6,5 juta, lebih tinggi dari upah minimum di Jakarta.
Selain itu, perjanjian tersebut bertujuan untuk memperkuat hak-hak pekerja dan menerapkan pengawasan ketat terhadap pemberi kerja dan agen perekrutan. Jika ditandatangani sesegera mungkin, Indonesia dapat melanjutkan pengiriman ratusan ribu pekerja ke Arab Saudi pada bulan Juni. Program ini diharapkan menghasilkan remitansi sekitar Rp 31 triliun ($ 1,89 miliar) setiap tahunnya.
Menteri P3MI Abdul Kadir Karding menambahkan: “Akan ada juga integrasi data, artinya pekerja yang tidak terdaftar akan otomatis terdaftar dan kami akan memantau status mereka bersama-sama.”
Terkait mekanisme kerja sama, sistemnya akan sama dengan yang diterapkan di Hong Kong dan Taiwan, di mana perusahaan perekrutan tenaga kerja Indonesia (P3MI) akan bekerja sama dengan perusahaan perekrutan asal Arab Saudi.
Dia juga mencatat, setiap pekerja Indonesia yang menyelesaikan kontrak dua tahun akan menerima bonus perjalanan umrah yang disediakan oleh pemerintah Saudi.
Abul Kadir mengatakan: “Yang istimewa, setiap PMI yang menyelesaikan kontrak dua tahun akan mendapatkan bonus umrah satu kali.”
Jika nota kesepahaman ditandatangani sesuai rencana pada Maret ini, tenaga kerja Indonesia diharapkan mulai tiba di Arab Saudi paling lambat pada Juni 2025.[]
Sumber: asharqbusiness & Kantor Pers, Media dan Berita – Sekretariat Presiden RI