bilboard desktop umrah oleh: bilboard desktop umrah
promo: bilboard desktop umrah

Menolak Diyat: Beginilah Ketegasan Seorang Pangeran Saudi

Menolak Diyat: Beginilah Ketegasan Seorang Pangeran Saudi

Keluarga korban menerima diyat (uang tebusan), tetapi situasi berubah ketika Pangeran Naif –rahimahullah– turun tangan. Beliau menolak menerima diyat dan bersikeras menegakkan hukuman qishash, karena pembunuhan tersebut dilakukan dengan cara ghiilah (pembunuhan dengan tipu daya/penjebakan), dan dalam kasus hilah, diyat tidak diterima.

Ini adalah kisah nyata yang mengguncang opini publik pada tahun 2006 dan membuktikan bahwa keadilan berada di atas segalanya. Berikut ceritanya.

Kisah ini bermula di antara Ranyah dan Wadi Al-Dawasir di jalan Al-Muhmal. Jalan itu sering dilalui oleh para pemilik kebun di daerah tersebut.

Bilboard News Detail
Promo

Suatu hari, sekitar pukul 4 pagi, polisi setempat menerima laporan bahwa ada sebuah truk kecil jenis Dyna berhenti di tengah jalan, dan pengemudinya tergeletak di bawah truk dengan kepala hancur akibat tembakan.

Dia ditembak dua kali di wajah dan satu kali di paha. Polisi datang ke lokasi dan mendapati korban adalah seorang pekerja berkewarganegaraan Pakistan. Penyelidikan dimulai, tetapi tidak ada petunjuk di TKP, tidak ada selongsong peluru, karena pelaku membersihkan lokasi dari semua jejak kejahatan.

Jenis peluru yang digunakan adalah jenis eksplosif. Jalan tersebut saat itu masih dalam pembangunan, sehingga tidak ada kamera pengawas atau menara telekomunikasi untuk melacak sinyal ponsel, dan tidak ditemukan bukti apa pun.

Setelah delapan bulan penyelidikan, kasus itu hampir menjadi misteri yang tidak terpecahkan.

Kemudian dipanggillah seorang perwira berpangkat kapten dari daerah lain, dikenal sebagai salah satu perwira paling cerdas dan cerdik di Kerajaan, untuk mengambil alih kasus ini.

Dia mempelajari berkas perkara dengan seksama dan menginstruksikan semua kantor polisi di sekitar untuk segera melaporkannya bila ada kasus harian yang masuk.

Beberapa waktu berlalu, sampai suatu hari mereka menerima laporan tentang seorang pemuda berusia 21 tahun yang ditemukan dalam keadaan mabuk dan terkena luka tembak, dirawat di rumah sakit. Perwira itu segera datang untuk menyelidikinya.

Saat dia mendapati pemuda itu, kondisinya mabuk berat dan berbicara ngawur, mengeluh bahwa dia telah ditipu dan uangnya diambil.

Sang perwira memanfaatkan keadaan tersebut untuk menggali informasi lebih jauh. Dia menenangkannya, berkata akan membantu mengambilkan kembali uangnya, dan bertanya tentang jumlah uang yang diambil. Pemuda itu menjawab: “15.200 Riyal.”

Umrah Anti Mainstream
Promo

Perwira itu yang telah mempelajari kasus korban sebelumnya, menduga bahwa korban truk tersebut membawa hasil penjualan sayur atau pakan ternak dari Wadi Al-Dawasir untuk dijual di Ranyah atau desa-desa sekitar. Setelah menjual muatannya, korban diperkirakan membawa uang antara 15.000 hingga 20.000 Riyal saat perjalanan pulang.

Perwira itu lalu menanyakan kepada pemuda tersebut: “Kalau kalian sudah mengambil uangnya, kenapa kalian menembaknya satu kali di paha dan dua kali di kepala?”

Pemuda itu dalam keadaan mabuk tidak menyadari bahwa dia sedang diinterogasi. Pemuda itu, karena mabuk, mulai berbicara terus terang.

Dari pengakuannya, perwira itu berhasil menyusun kronologi kejadian dan mengidentifikasi rekan-rekan yang bersamanya saat peristiwa pembunuhan.

Setelah pemuda itu sadar, dia dipanggil lagi untuk diinterogasi secara resmi, dan akhirnya mengakui semuanya bahwa dia bersama beberapa orang lain menghadang korban, mengambil uangnya, lalu menembaknya.

Mereka kemudian ditangkap satu persatu, dan semua bukti mulai terungkap. Kasus yang sebelumnya misterius selama delapan bulan akhirnya terpecahkan sepenuhnya.

Keluarga korban, yang awalnya menerima diyat (uang tebusan), setuju untuk memaafkan para pelaku.
Namun ketika kasus tersebut sampai ke tangan Pangeran Naif –rahimahullah-, beliau menolak diyat tersebut.

Beliau memutuskan bahwa ini adalah pembunuhan ghiilah — pembunuhan yang dilakukan dengan tipu daya, penyergapan, dan perencanaan — sehingga tidak bisa ditebus dengan uang, dan hukumannya harus qishash (hukuman mati).

Putusan ini mengejutkan banyak orang pada saat itu, tetapi dianggap sebagai pelajaran besar bagi masyarakat bahwa nyawa manusia tidak bisa ditukar dengan uang, terutama bila pembunuhan dilakukan dengan cara keji dan terencana.

Para pelaku akhirnya dieksekusi sesuai hukum syari’at. Kasus ini mengguncang opini publik pada tahun 2006 dan menjadi salah satu contoh paling terkenal tentang ketegasan dalam menegakkan keadilan di Arab Saudi. [Muhammad Abyan Arrazi]

Sumber : 1AGH_