Sebuah pilar ilmu dan cahaya penuntun umat telah berpulang. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh telah menyelesaikan pengabdiannya yang panjang.
Beliau adalah Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi dan Ketua Hai’ah Kibarul Ulama. Beliau juga mengepalai Pusat Riset Ilmiah serta Fatwa sejak 1420 H. Dalam lembar sejarah keulamaan Saudi, namanya terukir abadi. Beliau menjadi mufti agung ketiga, meneruskan jejak para gurunya.
Kehidupan dan Masa Tumbuh
Lahir di jantung kota suci Makkah pada 3 Dzulhijjah 1362 H, perjalanan hidupnya tidaklah mudah. Sejak dini, takdir telah menempa jiwanya. Sang ayah berpulang ke Rahmatullah pada 1370 H. Saat itu, usianya bahkan belum genap delapan tahun. Dalam kesederhanaan sebagai seorang yatim, ia kemudian mulai merengkuh Kalamullah. Ia belajar Al-Qur’an di bawah bimbingan Syaikh Muhammad bin Sinan.
Akan tetapi, ujian terberat justru menempanya menjadi permata. Penglihatannya mulai meredup di usia dua puluhan. Namun, cahaya bashirah (mata hati) dalam dirinya justru menyala semakin terang. Oleh karena itu, keterbatasan fisik tak pernah menjadi penghalang baginya. Dengan semangat yang tak kunjung padam, beliau semakin gigih menuntut ilmu syar’i.
Dengan rendah hati, beliau menimba ilmu dari para ulama besar. Kelak, suaranya yang menenangkan menggema dari mimbar di Riyadh. Suaranya menjadi lantunan khutbah yang dinanti di Masjid Namirah. Dari penanya yang tajam, lahir pula karya ilmiah sebagai suluh umat.
Pendidikan
Antara tahun 1374 H hingga 1380 H, beliau menenggelamkan diri dalam samudra ilmu. Beliau menyerap kitab-kitab dasar seperti Kitab At-Tauhid dan Arba’in An-Nawawiyyah. Beliau mempelajarinya di bawah bimbingan Mufti Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh.
Dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz, ia memetik kearifan ilmu faraidh. Sementara itu, dari Syaikh Abdul Aziz bin Shalih Al-Mursyid, ia menguasai ilmu nahwu. Tak berhenti di sana, beliau terus mendalami khazanah fikih. Beliau mempelajari ‘Umdatul Ahkam dan Zad Al-Mustaqni’ bersama Syaikh Abdul Aziz Asy-Syatsri.
Perjalanan akademisnya kemudian berlabuh di Ma’had Imam Ad-Da‘wah, Riyadh. Perjalanan itu membawanya ke Fakultas Syariah di Universitas Imam Muhammad bin Saud. Di sanalah beliau menamatkan pendidikannya pada tahun 1384 H. Spesialisasinya dalam bahasa Arab dan ilmu syariah membuka gerbang pengabdian yang lebih luas.
Karier Keilmuan dan Pengabdian
Pada tahun 1384 H, pintu pengabdiannya sebagai pendidik pun terbuka. Beliau mendedikasikan delapan tahun pertama untuk mengajar di Ma’had Imam Ad-Da‘wah. Setelah itu, langkahnya berlanjut ke Fakultas Syariah, Riyadh. Di sana, ia terus berbagi ilmu sebagai asisten profesor pada 1399 H.
Setahun setelahnya, ia menjadi profesor madya. Beliau juga memperkaya dunia peradilan dengan mengajar di Ma’had ‘Ali lil Qadha’. Selain itu, beliau menjadi pilar penting di berbagai dewan ilmiah universitas.
Lebih dari sekadar mengajar, Syaikh Abdul Aziz adalah seorang pembimbing sejati. Tangan dan pikirannya turut membentuk generasi penerus ulama. Beliau membimbing banyak tesis, skripsi, dan disertasi di berbagai universitas ternama.
Saat gurunya wafat pada 1389 H, beliau mewarisi mimbarnya di Masjid Dukhnah. Suaranya terus menjadi penyejuk bagi jamaah. Pengabdiannya berlanjut dari Masjid Syaikh Abdullah bin Abdul Latif hingga Jami’ Imam Turki bin Abdullah. Di sanalah kajian dan ceramahnya senantiasa dinantikan oleh umat.
Jabatan dan Amanah
Seiring dalamnya ilmu, amanah yang lebih besar pun ia emban. Kerajaan mengangkatnya menjadi imam-khatib Masjid Namirah pada 1402 H. Selama 45 tahun berturut-turut, beliau berdiri, menyampaikan khutbah di Padang Arafah.
Lima tahun kemudian, beliau menerima kehormatan sebagai anggota Hai’ah Kibarul Ulama. Pada tahun 1412 H, kepercayaan itu semakin dipertegas. Beliau menjadi anggota tetap Komite Riset Ilmiah dan Fatwa.
Jenjang pengabdiannya terus menanjak saat ia menjadi Wakil Mufti Agung pada 1416 H. Puncaknya tiba pada 29 Muharram 1420 H. Sebuah dekrit kerajaan menetapkannya sebagai Mufti Agung Kerajaan. Ia juga memimpin Dewan Ulama Senior serta Ketua Umum Pusat Riset Ilmiah dan Fatwa.
Karya dan Warisan Keilmuan
Warisan Syaikh Abdul Aziz tidak hanya terpatri dalam ingatan. Warisannya juga tertulis abadi dalam tinta. Karya-karyanya dalam fikih dan akidah menjadi rujukan penting. Di antaranya adalah Kitabullah ‘Azza wa Jalla dan Haqiqatu Syahadati Anna Muhammadan Rasulullah. Gema suaranya dari program radio Nur ‘ala Ad-Darb juga terabadikan. Kumpulan fatwanya menjadi cahaya yang tak terhingga nilainya bagi umat.
Wafat
Pada 1 Rabi’ul Akhir 1447 H yang bertepatan dengan 23 September 2025, sang pelita ilmu itu pun berpulang. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh menutup lembar kehidupannya yang penuh berkah. Kepergiannya meninggalkan ruang kosong yang dalam di hati umat Islam. Beliau akan selalu hidup dalam kenangan sebagai seorang alim yang berdedikasi.
Napasnya adalah mengajar. Denyut nadinya adalah menulis. Setiap fatwanya adalah wujud kepedulian. Jasadnya mungkin telah kembali ke tanah. Namun, warisan intelektualnya akan terus mengalir laksana sungai ilmu yang tak pernah kering. Warisan itu akan terus menginspirasi generasi mendatang untuk meniti jalan cahaya yang sama. [Muhammad Wildan Zidan]
Sumber: Saudipedia