Tenaga Pendamping Pekerja Migran Indonesia (TP PMI) telah dibentuk oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh. Mereka bertugas untuk mendukung pelaksanaan tugas KBRI Riyadh dalam memberikan penyelesaian permasalahan PMI atau tugas lain yang berhubungan dengan PMI.
Salah satu kegiatan yang digagas TP PMI di Wilayah Timur Arab Saudi adalah melakukan edukasi melalui sarana media online.
Kesempatan perdana podcast “TP PMI Berbicara” menghadirkan TP PMI Dammam, Khobar dan Jubail. Berikut beberapa poin penting yang membicangkan tema “Bagaimana cara pengaduan terbaik dan cepat mendapatkan solusi?”
Pengaduan masalah PMI telah disediakan melalui jalur yang sudah disebarluaskan oleh KBRI Riyadh selama ini, yaitu melalui hotline 056 909 4526 (Ketenagakerjaan) atau 056 917 3990 (Kekonsuleran).
Wakil pemerintah Indonesia di Arab Saudi, KBRI Riyadh atau KJRI Jeddah akan menerima pengaduan dan memprosesnya, hanya saja dibutuhkan waktu untuk membantu menyelesaikannya; relatif, ada yang bisa diselesaikan segera hingga bertahun-tahun, tergantung kasus yang dihadapi.
Kasus seperti bangkrutnya perusahaan Saudi Oger yang tidak mampu membyar gaji karyawannya, lebih dari 3 tahun penyelesaiannya, sebagaiaman pengalaman yang diceritakan nara sumber Fabian (TP PMI Jubail).
Nara sumber kedua, Dudung AM (TP PMI Khobar) juga menekankan pentingnya data yang mencukupi untuk pelaporan masalah ke KBRI, seperti data PMI, identitas majikan dan perusahaan yang menempatkan di Indonesia.
Sarana pelaporan juga bisa melalui Maktab Amal secara online dan platform peduliwni di alamat: https://peduliwni.kemlu.go.id/beranda.html.
Usaha melaporkan permasalahan, jika tidak merasa puas dengan prosedur yang biasa, perlu juga melakukan cara extra ordinary (di luar kebiasaan), seperti berkirim email, menghubungi pihak-pihak terkait, seperti BP2MI, Kemenlu atau lainnya yang sekiranya dapat membantu segera sehingga tidak diproses terlalu lama dalam mencari solusi atas permasalahannya.
Hal ini sebagaiaman pengalaman yang diceritakan narasumber lainnya, Adi TW (TP PMI Dammam).
Sebelum itu semua, Dudung AM juga mengingatkan bahwa menyelesaikan masalah dengan majikan, hendaknya dilakukan secara kekeluargaan, yaitu PMI membicarakan langsung ke majikan atas hak-haknya yang belum terpenuhi.
Tetapi cara ini sering menjadi kendala, mengingat PMI kesulitan menyampaikannya karena keterbatasan bahasa sebagai alat komunikasi dengan majikannya.
Kedua, PMI sering kurang nyali untuk menuntut hak-haknya, karena kekuatiran konsekuensi yang diterima jika menuntut haknya ke majikan.
Ketiga, sebagian PMI merasa “menerima” keadaan meski hak-haknya tidak semua diterima, dengan alasan “yang penting menerima gaji.”
Untuk itu, diperlukan pendampingan atau pihak ketiga yang bisa membantu PMI untuk melakukan komunikasi atau mengajukan tuntutan kepada majikannya. Jika tidak langsung oleh KBRI Riyadh, maka peran TP PMI diharapkan bisa mewakilinya.
Fabian, narsum dari TP PMI Jubail, juga mengungkapkan di antara tidak tercapainya solusi dalam menyelesaikan laporan masalah PMI di antaranya karena faktor PMI itu sendiri.
Seperti kasus visa ziarah, dalam posisi ini, tidak ada dasar bagi warga Indonesia untuk menuntut haknya sebagai pekerja, karena sejatinya dia datang ke Saudi sebagai peziarah (pelancong) bukan sebagai pekerja migran.
Sehingga hak-haknya sebagai pekerja tidak ada, tidak bisa dibela atas dasar menuntut hak setelah bekerja. Meskipun faktanya dia bekerja.
Untuk itu Fabian menyarankan bagi pemegang visa ziarah untuk segera mengurus kepulangannya ke Indonesia daripada bertahan di Saudi karena secara hukum tidak diizinkan untuk bekerja.
Fabian menceritakan pengalamannya dalam hal ini, agar segera menghubungi keluarga di Indoesia dan melaporkan keberadaan saudaranya di Saudi “dipekerjakan dengan visa ziarah.” Laporan ini dimungkinkan akan segera mendapat tanggapan karena perkara yang bukan sepele (bisa dikategorikan sebagai human traficking, TPPO).
Bagaimana cara pulang ke Indonesia padahal statusnya undocumented atau overstayer tidak memegang dokumen resmi?
Adi TW, menyarankan agar segera mendatangi KBRI untuk memohon SPLP dan diproses kepulangannya. Meskipun prosesnya bisa cukup memakan waktu, tetapi inilah cara terbaik, kecuali bisa mencoba langsung ke Imigrasi Saudi untuk mengajukan tarhil (ini perlu effort dan komunikasi yang memadai).[]