Umrah Ramadan oleh: Haji Tanpa Antri Bilboard Dekstop
promo: Haji Tanpa Antri Bilboard Dekstop

Senja di Masjid Nabawi

Senja di Masjid Nabawi

Tidak terasa perjalanan panjang (17 hari) ke Tanah Haram mendekati akhir. Tidak terasa sudah waktunya kembali ke negeri asal.

Begitu banyak pengalaman spiritual dan sosial yang didapat. Bertemu lautan manusia datang dari penjuru dunia mencari cinta, pahala, ridha Rabbul ‘Alamin.

Mereka datang karena ada kerinduan menggelora dan cinta yang menggembu dalam dada-dada mereka.

Kuota Haji Dalam Negeri
Promo

Sebagian dari mereka tidur di hotel-hotel berbintang dengan fasilitas serba mewah. Tapi sebagian lagi tidur di pinggir-pinggir jalan, di bawah tenda-tenda, di kolong gedung tinggi, di lorong-lorong dan semisalnya.

Tidak ada terpancar dari wajah mereka rasa khawatir, penat, takut, dan semisalnya. Yang ada adalah semangat menggebu ketika mereka menuju Masjidil Haram dan Masjid An Nabawi.

Mereka rela meninggalkan negeri dan keluarga mereka demi meraih cinta Rabbnya melalui ibadah di Tanah Haram. Padahal sebagian kaum muslimin begitu mudah melalaikan berbagai kebaikan sehingga terluput darinya. Bertetangga dengan masjid tapi hanya sepekan ke masjid bahkan ada yang hanya dua kali dalam setahun.

Dari sini kita bisa pahami bahwa ibadah itu butuh perjuangan, butuh kesungguhan, butuh pengorbanan. Sebagaimana para sahabat mempertahankan imannya dari rongrongan kuffar dengan harta, jiwa bahkan nyawa mereka.

Surga itu MAHAL.

Pantas Allah menyebut HARTA telebih dahulu dalam urutan jihad di jalanNya.

وَتُجَـٰهِدُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَ ٰ⁠لِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡۚ

“Kalian berjihad di jalan Allah dengan HARTA kalian dan jiawa kalian.” [QS. Ash Shaf: 11]

Mereka begitu bersemangat i’tikaf di Masjdil Haram, khusyu’ beribadah, thawaf, dan mengikuti imam shalat taraweh dan qiyamullail.

Promo

Maa syaa Allah.

Ada magnet imam di Tanah Suci yang menarik cinta yang ada di dada mereka.

Ketika menuju Raudhah, ribuan manusia berbaris panjang menunggu giliran untuk masuk dan berdoa di taman surga. Mereka tenggelam dalam shalat dan berlinang air mata dalam doa.

Mereka begitu antusias melihat dan beribadah di tempat yang pernah Nabi shallallahu alaihi wasallam beribadah, menerima wahyu dari langit, menyampaikan dan mengajarkannya kepada para sahabat.

Begitu melihat bangunan dan area asli Masjid Nabawi, melihat mimbar, mihrab, rumahnya, terbayang bagaimana Nabi dan para sahabat shalat berjama’ah, saling berinteraksi, mempraktekkan al Quran dan Sunnah.

Sungguh merindu untuk berjumpa dengan Nabi. Maka pantas, Bilal bin Rabah radhiallahu anhu ketika hendak wafat, dia begitu bergembira karena sebentar lagi dia akan berjumpa dengan kekasihnya.

Allahu Akbar.

Nun jauh di sana, Lembah yang diberkahi, al Waadil Mubarak, terbayang Nabi Ibrahim menempatkan istri tercinta: Hajar dan anak yang masih kecil Ismail.

Sebuah ketaatan luar biasa dari Nabi Ibrahim, serta bentuk tawakkal yang sempurna dari Hajar. Kesempurnaan penghambaan Ibrahim dan Istrinya melahirkan keberkahan yang luar biasa.

Dari negeri yang gersang, disebutkan dalam al Quran, bi waadin ghairi dzii dzar’in di lembah yang tidak ada satupun tumbuhan. Menjadi negeri yang ‘subur’ dan dikunjungi jutaan manusia.

Maka, sekembali dari tanah haram, sempurnakankah ketaatan dan tawakkal kepadaNya sehingga menjadi sumber keberkahan hidup di dunia dan di akhirat.

Semoga Rabbunal Ghaniyyu (Rabb Yang Mahakaya) memanggil kita, istri kita dan anak kita (lagi) untuk berjumpa dengan Masjidil Haram dan Masjid An Nabawi. Aamiin.

~
Masjid Nabawi, Pintu 19
Senin, 04 Syawal 1444/24 April 2023, 17.23

Abu Khadijah Mahmudi