Umrah Mandiri oleh: Billboard Dekstop WAG Umrah Mandiri
promo: Billboard Dekstop WAG Umrah Mandiri

Penutupan Simposium Fatwa Haramain: 20 Rekomendasi Fatwa Ulama di Haramain

Penutupan Simposium Fatwa Haramain: 20 Rekomendasi Fatwa Ulama di Haramain

Simposium kedua “Fatwa di Masjidil Haramain dan Dampaknya dalam Kemudahan Peziarahnya” yang diselenggarakan di Masjid Nabawi ditutup hari Kamis (29/8) malam.

Di hadapan sejumlah ulama terkemuka, acara ini diselenggarakan oleh Kepresidenan Urusan Agama Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bekerja sama dengan Presidensi Umum Penelitian Ilmiah dan Fatwa, serta Kantor Berita Saudi (SPA).

Pada acara penutupan, Kepala Urusan Agama Masjidil Haramain, Syaikh Dr. Abdul Rahman Al-Sudais, menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Khadimul Haramain dan Putra Mahkota atas persetujuan kerajaan untuk menyelenggarakan simposium, sebagai wujud kepedulian kepemimpinan Arab Saudi terhadap peziarah Haramain.

Umrah Anti Mainstream
Promo

Acara ini sekaligus sarana penyampaian pesan Islam dari Kerajaan Arab Saudi Islam dan Haramain kepada umat Islam, sebagai langkah konsolidasi pemahaman Islam yang haq, dengan pendekatan yang sejalan dengan hukum Islam dalam berbagai aspek dan bidang.

Syaikh Sudais juga mengapresiasi partisipasi para tokoh ulama yang telah memberikan ide pemikiran dan mengisi sesi dan kegiatan simposium selama tiga hari terakhir.

Syaikh Sudais mengatakan bahwa Simposium Fatwa di Dua Masjid Suci adalah simposium yang penuh berkah, idenya bagus, tujuannya luhur, dampak dan hasilnya diberkati. Pokok bahasan fatwa merupakan topik penting yang perlu untuk dibahas untuk memperjelas, menjaga status dan kontrol Masjidil Haramain.

Salah satu aspek terpenting dari layanan yang diberikan kepada peziarah Haramain adalah menyampaikan kata-kata yang baik, fatwa yang otentik, dalil yang jelas, dan pendekatan yang masuk akal di dunia yang penuh gejolak saat ini.

Di saat bermunculan fatwa-fatwa aneh dan pengaruh dunia maya yang mempengaruhi pikiran masyarakat dan agama mereka, terjadi penyimpangan menjauhi nilai tawasuth. Menurut Syaikh Sudais, inilah sebabnya mengapa simposium fatwa diselenggarakan, agar membahas akar isu-isu penting ini.

Syaikh Sudais juga menyampaikan salah satu tujuan terpenting dari simposium ini adalah memperhatikan tujuan hukum syariat yang meringankan dan menghilangkan kesulitan, karena Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak ditanya pada hari kurban tentang sesuatu untuk didahulukan atau diakhirkan kecuali beliau bersabda: “Lakukanlah dan tidak dosa.” Allah Ta’ala berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.”

Selanjutnya, Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Senior, Syaikh Dr. Fahd bin Saad Al Majid, membuka pidato dengan menyampaikan salam dari Mufti Agung Kerajaan dan Ketua Umum Penelitian Ilmiah dan Fatwa, Syaikh Abdulaziz bin Abdullah bin Muhammad Al Al Syaikh, yang ikut memantau simposium ini dan kemudian menyoroti ciri-ciri penting dari sebuah fatwa.

Syaikh Fadh mengataka; “Dasar sistem pemerintahan diatur dalam pasal 45 bahwa sumber fatwa di Kerajaan Arab Saudi adalah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dalam susunan Kibar Ulama dan Departemen Penelitian Ilmiah dan Fatwa. Perhatian dari negeri yang diberkahi ini datang berdasarkan fatwa dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.”

Beliau mencontohkan bahwa fatwa merupakan sarana penting untuk mengendalikan permasalahan. Jika fatwa dibiarkan dalam keadaan kacau, seperti orang-orang yang mengaku mengatasnamakan ilmu menyebarluaskan pendapat, dapat menimbulkan perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.

Umrah Anti Mainstream
Promo

Oleh karena itu, peraturan, petunjuk dan perintah mulia ini menjadi kendali masalah ini, dan bahwa Mufti Agung Kerajaan sangat tertarik dengan hal ini melalui kepresidenannya di sebuah badan senior yang menganggap fatwa-fatwa umum menjadi perhatian seluruh umat Islam.

Dan melalui kepemimpinannya di Komite Fatwa yang mempertimbangkan masalah-masalah yurisprudensi dengan urusan ilmiah dan fatwa pada umumnya, selalu mengikutinya dengan cermat, serta memohon kepada Allah Azza wa Jalla semoga memberkati upaya, membimbing langkah-langkahnya, dan memberi penghargaan kepada penguasa kita dengan pahala terbaik atas dukungan ilmiah, fatwa, dan pembelaan yang tidak terbatas.

Di sisi lain, anggota Dewan Menteri, Dr. Saleh bin Abdulaziz Al Syaikh, menyampaikan pidato dengan menyatakan: “Simposium ini mencakup topik-topik yang tepat tentang kondisi saat ini, topik yang dibicarakan setiap orang hari ini di seluruh dunia.”

“Artinya dengan ikut serta dalam agama Allah dan menyebarkan apa yang mereka inginkan tentang Islam, Al-Qur’an, Sunnah, dan rincian agama ini dalam doktrin, hukum, dan aturannya yang tidak ada keraguan bahwa yang mengikat manusia adalah fatwa. Dan fatwa ini dapat membuat orang yang tadinya tergesa-gesa menjadi berhati-hati, membuat orang yang tidak masuk akal, yang tidak visioner, mendapat wawasan, serta orang yang kekurangan ilmu dan penelitiannya bertambah ilmunya dan memahami.”

Syaikh Saleh mengungkapkan rasa bangga atas keikutsrtaan ulama dalam topik penting ini, yang diadakan dalam merumuskan fatwa di Haramain dan fatwa secara umum tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan umat Islam.

Beliau menjelaskan atas kebutuhan masyarakat akan peraturan dan perundang-undangan, serta metode penggunaan fatwa dalam kehidupan masyarakat pada umumnya serta fatwa di Dua Masjid Suci pada khususnya.

Selanjutnya Syaikh Saleh menekankan pentingnya penguasaan kata dalam menjelaskan agama, penguasaan kata dalam menjelaskan Al-Qur’an dan Sunnah, dan penguasaan kata dalam fatwa.

“Hal ini sangat besar pengaruhnya, karena jika sebuah kata keluar dari penuturnya itulah yang mempengaruhi manusia saat ini, masyarakat menyebarkannya baik secara lisan maupun melalui berbagai sarana komunikasi, yang jika tersiar kabar maka akan tersiar, tenggelam, dan sampai ke jutaan orang,” paparnya.

“Oleh karena itu, kita perlu saling membantu dalam mengatur kalimat tersebut, yang tidak melanggar bahasa ilmu pengetahuan, yang mempunyai bahasa membuat pemiliknya dihormati, dan dapat diterima, dilestarikan dan disebarluaskan,” pungkas Syaikh Saleh.

Di akhir acara penutupan “Fatwa di Masjidil Haramain dan Dampaknya dalam Kemudahan Peziarahnya,” dirilis dokumen fatwa Masjid Nabawi, yang mencakup nasehat-nasehat yang direkomendasikan oleh para pembicara terkemuka yang berpartisipasi dalam kegiatan simposium kedua tersebut.

Rekomendasi Simposium Fatwa Haramain

Pertama: menyoroti peran utama penyampai pesan secara global Haramain dalam fatwa, statusnya, dan tekad Kerajaan Arab Saudi untuk memfasilitasi fatwa bagi mereka yang mengunjungi Masjidil Haramain.

Kedua: Menjaga integritas ide-ide masyarakat – terutama mereka yang mengunjungi Haramain – dengan fatwa yang benar dan menunjukkan ciri-ciri pendekatan moderat yang menjadi komitmen Kerajaan Arab Saudi di segala bidang.

Ketiga: Berkontribusi dalam menjelaskan hukum-hukum hukum kepada orang-orang yang mengunjungi Haramain mengenai berbagai permasalahan yang mereka hadapi, memenuhi kebutuhan mereka akan fatwa, berupaya menyebarkan ilmu agama di kalangan umat Islam, dan membimbing mereka untuk meneladani bimbingan Nabi dalam berbagai bidang.

Keempat: Memperkuat peran Masjid Nabawi beserta unsur dakwah dan pendidikannya untuk menunjukkan dampak toleransi Nabi dalam fatwa, dakwah, dan mengarahkan umat ke arah yang terbaik, dengan tetap memperhatikan hikmah dalam perbedaan mazhab para peziarah, ketulusan kasih sayang mereka, yang semua itu bersumber dari ilmu dan nasehat,

Kelima: Menjamin fatwa-fatwa tersebut berkait dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang dikeluarkan oleh ulama fiqih, keputusan-keputusan Majelis Kibar Ulama serta menjauhi pendapat-pendapat yang menyimpang dan mahjurah.

Keenam: Mengupayakan penyatuan fatwa tentang permasalahan fiqih yang sering ditanyakan di Haramain.

Ketujuh: Menyoroti kekhasan fatwa di Dua Masjid Suci, berdasarkan washatiyah dan itidal, pertimbangan hasil dan mengingat situasi dalam fatwa tentang masalah-masalah di mana fatwa berubah karena persyaratan hukum terkait dengan perubahan waktu dan tempat, dengan mempertimbangkan tujuan utama syariah; menjaga 5 maqashid syari’ah.

Kedelapan: Memperhatikan tercapainya tujuan fiqih yang lebih besar dan lebih kecil, yaitu mentauhidkan Allah, keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya, serta fiqih pada cabang-cabang syariat, dan giat menyatukan kalimat, melazimkan bersama jamaah untuk mendengar dan taat, serta kewaspadaan terhadap pembangkangan, perpecahan, fanatisme dan konflik.

Kesembilan: Mengarahkan para mufti untuk menjaga masalah fikih manasik dan ibadah yang berkaitan dengan Haramain, dan merujuk hal-hal lain dengan otoritas terkait yang berwenang.

Kesepuluh: Mengalokasikan kursi untuk mengajar dan berfatwa di Haramain, untuk ditempati oleh ulama dan anggota Kibar Ulama dan untuk mengambil faedah dari keilmuan yang Allah berikan kepada mereka, untuk mencapai misi dari Masjidil Haramain dalam menyebarkan hidayah untuk dunia.

Kesebelas: Mengembangkan sistem menjawab pertanyaan di Haramain, menyesuaikan rutenya dengan memilih tempat yang tepat untuk menjawab pertanyaan, meningkatkan jumlahnya sebanding dengan terus meningkatnya jumlah jamaah dan muktamir, mengembangkan telepon komunikasi di Haramain dan meluncurkan layanan komunikasi terpadu.

Keduabelas: Menyiapkan ensiklopedia ilmiah, baik dalam bentuk kertas maupun digital, yang akan menjadi sumber fatwa yang komprehensif bagi para pengunjung Haramain, dalam berbagai bahasa, dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan sebelumnya dalam rekomendasi, sambil memanfaatkan teknologi kontemporer, dan memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi kondisi si penanya, guna memberinya fatwa yang sesuai untuk pertanyaan dan kondisinya,

Ketigabelas: Mengembangkan keterampilan peserta program “Menjawab Kuesioner.” Dengan mengadakan kursus pelatihan khusus dan pertemuan ilmiah serta pengayaan secara berkala, dengan cara yang sejalan dengan tuntutan zaman dengan meningkatkan keterampilan komunikasi untuk meningkatkan pelayanan peziarah Haramain.

Keempatbelas: Mengikuti perkembangan teknis dan memanfaatkan teknologi modern untuk menyampaikan fatwa kepada penerima manfaat dengan cara tercepat dan termudah.

Kelimabelas: Memastikan kehadiran pengawas perempuan di Haramain yang bekerja sama dengan otoritas hukum dan perguruan tinggi di Kerajaan Arab Saudi; untuk mengemban tugas membimbing peziarah perempuan, khususnya dalam fatwa-fatwa yang berkaitan dengan perempuan.

Keenambelas: Meminta bantuan penerjemah yang mempunyai kualifikasi hukum yang memadai, untuk memenuhi kebutuhan mendesak menjawab pertanyaan dalam bahasa selain bahasa Arab dan memastikan fatwa dalam berbagai bahasa dengan menyiapkan kamus khusus istilah hukum yang berkaitan dengan Haramain dan ibadahnya.

Ketujuhbelas: Mempersiapkan seluruh kemampuan dan memanfaatkannya untuk mendukung program menjawab pertanyaan sedemikian rupa di Haramain sehingga menjamin keberlanjutan dan kualitas kinerjanya.

Kedelapanbelas: Menjaga hasil akhir fatwa dan menindaklanjuti detailnya hingga memenuhi maksud dan tujuannya.

Kesembilanbelas: Membentuk panitia gabungan dari Kepresidenan Urusan Agama di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Kepresidenan Umum Penelitian Ilmiah dan Fatwa, untuk menindaklanjuti rekomendasi di atas dan mengawasi pelaksanaannya.

Keduapuluh: Para peserta simposium merekomendasikan untuk mengirim surat ucapan terima kasih, apresiasi, penghargaan kepada Khadimul Haramain dan Putra Mahkota – semoga Allah melindungi mereka – atas dukungan tak terbatas untuk Masjidil Haramain dan atas persetujuan yang murah hati untuk menyelenggarakan simposium ini, kemudian menyampaikan rasa terima kasih kepada Gubernur wilayah Madinah dan wakilnya atas perhatian dan penghormatannya.[]

Sumber: sabq