Di wilayah Al Jouf, kurma bukan sekadar buah; masyarakat menjalin berbagai praktik sosial tradisional dengannya. Secara khusus, salah satu tradisi yang terus dijaga oleh masyarakat adalah kebiasaan “Hasywu At tamr”.
Kebiasaan ini menyulap buah dari musim panas menjadi persediaan kurma awetan untuk dinikmati sepanjang tahun, terutama pada musim dingin dan bulan Ramadhan.
Namun, meski teknologi produksi pertanian dan pabrik pengemasan telah berkembang, keluarga‑keluarga setempat masih memegang teguh kebiasaan ini.
Misalnya, Ahmad Al Arfaj dan keluarganya. Setiap tahun, mereka sibuk mengisi dan menyimpan hasil panen kebun. Dia juga menurunkan keterampilan itu kepada anak‑anaknya agar tradisi tersebut tetap lestari.
Ahmad menjelaskan bahwa keluarganya memilih varietas Hulwah Al Jouf — jenis kurma populer yang menjadi identitas wilayah tersebut.
Pertama, untuk memulai proses “Hasywu At tamr”, mereka melakukan langkah yang mereka sebut “laqāt” atau “haddād“. Pada tahap ini, mereka memanen buah lalu menjemurnya di bawah terik matahari sampai kandungan airnya menguap habis.
Selanjutnya, tahap “taqmiʿ” dimulai. Buah yang kurang baik mereka buang dan bijinya mereka keluarkan. Kemudian, mereka memasukkan kurma ke dalam wadah tertutup rapat untuk menghindari udara. Dahulu, wadah ini berupa kendi tanah liat besar bernama “khawabi”.
Masyarakat menyebut tradisi ini dengan “al maknūz” dan mereka juga melahirkan produk lain seperti dabs kurma. Selain itu, kurma “majarrash” memiliki kristal gula yang memberikan rasa dan aroma khas. Wilayah Al‑Jouf merayakan kekayaan hasil panennya melalui Festival Kurma tahunan di Dumat al‑Jandal. Festival ini memamerkan berbagai jenis kurma dan menjadi jendela pemasaran bagi daerah tersebut.
Secara umum, daerah Al Jouf memiliki lebih dari satu juta pohon kurma yang menghasilkan puluhan ribu ton kurma setiap tahun. Fakta lain, varietas Hulwah Al Jouf merupakan jenis yang paling terkenal dan menjadi kebanggaan masyarakat setempat. [Muhammad Wildan Zidan]
Sumber: SPA