Desember 1901, Abdurrahman Al-Saud masih mengungsi ke Kuwait di bawah perlindungan Emir Mubarak Al-Sabah. Bersama Abdurrahman, ikut pula anaknya yang bernama Abul Azis.
Saat itu, Riyadh dikuasai klan (alu) Al-Rasyid, setelah mengusir keluarga Al-Saud dari Riyadh. Di pelarian, keluarga Al-Saud berusaha mencari dukungan dan pengakuan dari pihak lain.
Suatu hari, seorang pejabat konsul Uni Sovyet berkunjung ke Kuwait. Di sanalah pertama kali pejabat Uni Sovyet berkenalan dengan Abdurrahman.
Pejabat Uni Sovyet itu sendiri datang berkunjung bersama pejabat konsul Inggris. Pejabat British sendiri skeptis dengan masa depan Al-Saud. Namun bagi pejabat Uni Sovyet tersebut, Al-Saud dapat menjadi pintu masuk bagi pengaruh Uni Sovyet di kawasan teluk.
Saat itu, Mekkah dan Madinah masih dikuasai Syarif Hussein yang berusaha membangun khilafah. Hussein juga sedang berusaha membangun aliansi kuat dgn pihak luar, bahkan memiliki perwakilan di Roma. Uni Sovyet sendiri berusaha didekati oleh pihak Syarif Hussein.
Seorang diplomat Uni Sovyet bernama Gregory Chicherin mengirim surat kepada Stalin dan berusaha membujuknya agar peduli dengan jazirah Arab. Chicherin memandang bahwa haji merupakan peluang untuk menjangkau muslim dari berbagai koloni Inggris dan Prancis, sehingga bisa membangkitkan sentimen anti kolonial.
Agustus 1924, Uni Sovyet mengirim konsulat jenderal bernama Karim Khakimov, seorang muslim berdarah Tatar. Khakimov tiba di Jeddah untuk menjalankan misi Uni Sovyet. Tahun itu pula, Abdul Azis Al-Saud menyerang dan akhirnya menguasai Hijaz. Khakimov bingung, akan berpihak kemana; Syarif Hussein atau Abdul Azis.
Desember 1924, Abdul Azis menguasai Mekkah. Khakimov menilai itulah saat yang tepat menunjukkan dukungan kepada Abdul Azis.
April 1925, Khakimov melakukan umrah ke Mekkah, dan berusaha bertemu Abdul Azis. Khakimov diterima baik oleh Abdul Azis.
Akhir 1925, Al-Saud menguasai Jeddah, dan Pebruari 1926, menyatukan Nejd dan Hijaz, sekaligus sebagai raja.
Pada 16 Pebruari, Karim Khakimov berkendara ke kediaman Al-Saud di Jeddah untuk memberikan pengakuan resmi. Jadi, negara pertama yang mengakui kerajaan Saudi adalah Uni Sovyet, bukan Inggris.
Abdul Azis juga mengucapkan terima kasih atas netralitas Uni Sovyet selama perang dengan Syarif Hussein dan bersedia membangun hubungan dengan pemerintah dan rakyat Uni Sovyet.
Hubungan Uni Sovyet dan Saudi lebih menguat ketika diadakan Kongres Pan-Islamis di Mekkah pada bulan Juni 1926.
Pada konferensi ini, Uni Sovyet mengirim 6 orang ulamanya. Saat itu Uni Sovyet memiliki muslim cukup banyak, kurang lebih 30 juta jiwa.
Atas usaha Khakimov, delegasi Uni Sovyet terpilih sebagai wakil ketua pada konferensi tersebut.
Dengan hubungan baik ini, tahun 1928 Uni Sovyet mengutus pimpinan diplomat baru untuk Saudi bernama Nazir Bey Turyakulov. Khakimov sendiri ditugaskan ke Yaman.
Inggris berusaha mengganggu pengaruh Uni Sovyet dengan membuat propaganda komunis selama musim haji. Diplomat Uni Sovyet memutuskan untuk fokus pada penguatan jaringan dagang antara pelabuhan Laut Hitam Uni Sovyet dan Hijaz. Khakimov meyakinkan raja Abdul Azis untuk mencabut larangan impor karena lobi Inggris.
Tahun 1929-1930, barang-barang Uni Sovyet masuk ke Saudi melalui pelabuhan Odessa. Pencapaian terbesar diplomat Uni Sovyet adalah berhasil memasukkan kerosene dan bensin, yang berusaha didominasi Inggris. Bahkan Uni Sovyet mengrim tim medis ke Saudi untuk menangani para jamaah haji.
Sebagai hasil lobi Khakimov, tahun 1932 Pangeran Faisal mengunjungi Moskow. Moskow menyambut hangat, menunjukkan kemajuan teknologi, dan menawarkan bantuan 1 juta pound.
Namun hubungan baik ini memburuk sejak rejim komunis yang dipimpin Stalin semakin berkuasa. Tahun 1932, Uni Sovyet secara resmi melarang muslim untuk berhaji.
Tim medis Uni Sovyet tetap bekerja di Saudi, demikian pula misi diplomatiknya. Bahkan tahun 1937, istri seorang konsul Uni Sovyet (seorang dokter), bahkan tinggal di rumah salah seorang istri Pangeran Faisal.
Tahun 1935, Karim Khakimov kembali ke Jeddah sebagai kepala misi diplomatik. Dia berharap merevitalisasi hubungan Saudi-Uni Sovyet. Namun Moskow tidak lagi memandang kerjasama dengan raja Saudi sebagai sesuatu yang menguntungkan. Rezim komunis makin menguat, Khakimov dipanggil pulang.
September 1937, Khakimov kembali ke Moskow. Begitu tiba, dia ditangkap dengan tuduhan mata-mata. Rekan kerjanya di Saudi yaitu Turyakulov, dieksekusi Oktober 1937. Khakimov sendiri dieksekusi Januari 1938.
Raja Abdul Azis sangat terkejut mendengar dua orang diplomat Uni Sovyet yang menjadi sahabatnya telah dibunuh. Dua bulan setelah Khakimov dieksekusi, tim geologi Amerika menemukan cadangan minyak terbesar di dunia yang berlokasi di Dhahran, Saudi Arabia.
Mendengar temuan itu, Uni Sovyet memutuskan membentuk kembali misi diplomatik di Jeddah tahun 1938. Raja Abdul Azis menolak dan mengatakan bahwa ia tidak menerima diplomat Uni Sovyet selain Khakimov atau Turyakulov di Jeddah. Dia mengutuk Moskow dan memutuskan hubungan dengan Uni Sovyet.
September 1938, seluruh diplomat Uni Sovyet meninggalkan Jeddah, dan seluruh misi ditutup. Dengan keluarnya Uni Sovyet, Inggris dan Amerika kemudian leluasa bergerak mengeksploitasi minyak Arab Saudi.
Hubungan Saudi-Rusia baru direstorasi kembali pada tahun 1992, setelah jatuhnya Uni Sovyet. Dan kunjungan pertama raja Saudi, yaitu Raja Salman ke Moskow berlangsung di tahun 2017, setelah 25 tahun restorasi tersebut.
*) Ditulis oleh Ismail Rajab, pengamat politik dan dunia Islam

