Umrah Ramadan oleh: Umrah Ramadan Bilboard Dekstop
promo: Umrah Ramadan Bilboard Dekstop

Apakah LGBT Dipersilahkan Mengunjungi Arab Saudi?

Apakah LGBT Dipersilahkan Mengunjungi Arab Saudi?

Pertanyaan ini sepadan dengan pertanyaan “apakah syiah, ahmadiyah, atheis diperbolehkan masuk ke Arab Saudi?” Atau bahkan “apakah seorang teroris diizinkan mengunjungi Arab Saudi?”

Sebagai pengingat, Saudi terbiasa mendapat serangan dari media, sebagai contoh berita terbaru yang diviralkan baru-baru ini:

  • Video berisi pengumuman Raja Salman wafat, di waktu 10 hari terakhir Ramadan yang seharusnya khusyu’ dalam ibadah dan itikaf, kaum muslimin dibuat terkejut dan gaduh dengan berita yang menggunakan berita wafatnya Raja Abdullah 8 tahun lalu, dengan rekayasa edit video.
  • Penetapan Idul Fitri di Arab Saudi dengan cara hisab (ilmu falak, astronomi), padahal hanya pendapat dari beberapa orang tetapi dikesankan sebagai keputusan resmi Arab Saudi.
  • Warga Saudi berbondong-bondong menjadi ateis, sementara Nidzam Asasi Kerajaan Arab Saudi berdasarkan syari’at Islam, yang mengatur jika ada warganya yang mulhid atau murtad maka ada sanksi hukumnya yang diatur oleh negara.

Dan yang tidak pernah dapat dipisahkan dari hoaks tentang Saudi, media selalu menggiring untuk menyalahkan, menuding sebagai biang kerok, membunuh karakter Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman. Dan ini juga sama dialami oleh raja-raja Saudi sebelumnya, sampai ada yang dibunuh.

Promo

Kenapa? Husein al-Ghawi di antaranya, yang punya jawaban: Di Antara Sumber Fitnah Terhadap Arab Saudi.

Kemudian Bagaimana Dengan LGBT?

Bermula dari media Barat mengangkat tema ini, bersumber dari FAQ di visitsaudi.com. Sebuah pertanyaan: “Apakah visitor LGBT diperkenankan untuk mengunjungi Arab Saudi?” Jawabannya diplomatis: “Setiap orang diperkenankan mengunjungi Arab Saudi, dan turis tidak diminta untuk mengungkap urusan detail pribadinya seperti itu.”

Apakah jawaban tersebut berarti mengkhususkan hanya kepada “sekelompok orang sakit” yang menyimpang orientasi seksualnya diizinkan masuk ke Arab Saudi?

Perlu diketahui, lebih dari 35% warga asing (ekspatriat) yang bermukim di Arab Saudi, mereka datang dan menetap di Arab Saudi membawa bermacam-macam kepercayaan, aliran, agama, suku, ras dan bangsa. Tetapi juga mereka tidak ditanyakan urusan pribadinya masing-masing saat ketibaan di Saudi, tidak dilarang.

Ketika mereka masuk ke Saudi, sama seperti di negara dunia lainnya; apakah ditanya orientasi seksualnya? menganut wahabi atau sufi? atau anggota kelompok, gank atau aliran tertentu? Apakah semua pengunjung sebuah negara ditanyakan hal pribadi sedetail itu? Tentu tidak!

Asal dokumennya legal dan lengkap, tidak masuk dalam daftar “red notice” interpol atau bebas dari segala catatan yang menjadi standar cegah tangkal sebuah negara dan aturan internasional, siapapun berhak melakukan traveling ke negara manapun.

Lantas siapa yang akan mengiterograsi orientasi seksual seseorang sehingga dilarang masuk ke Kerajaan Arab Saudi? Maka, pahami jawabannya, bahwa “Everyone is welcome to visit Saudi Arabia and visitors are not asked to disclose such personal details.”

Yang dilarang adalah mempromosikan, pamer di public sphere, untuk tujuan bejadnya. Urusan visitor adalah seorang penyembah sapi, penganut tao, yahudi, sikhs, atau mengakui tiga tuhan sekalipun, sah-sah saja berkunjung ke Biladul Haramain. Padahal urusan akidah seharusnya lebih prioritas.

Yang umrah dan berhaji pun, ketika identitas dan dokumen perjalanannya menyatakan sebagai seorang muslim, tidak diperiksa; apakah bermadzab Hanbali, sebagai mayoritas di Saudi, atau seorang sufi tariqat tertentu, Syiah, Ahmadiyah atau Baha’i?

Promo

Dan hikmahnya, mereka yang awalnya menuhankan Nabi Isa ataupun penganut pagan, ketika di Saudi dapat menerima hidayah, menjadi muallaf. Ini yang sering dijumpai di masjid-masjid Islamic Cultural Center di Saudi, selalu ada ekspatriat mengucap syahadat, berpindah agama menjadi muslim.

Apakah LGBT Legal di Arab Saudi?

Sebagai pengingat, Kementerian Dalam Negeri kerap mengirimi pesan singkat melalui ponsel (SMS) kepada setiap warga Saudi dan ekspatriat yang menetap di Saudi agar tidak melakukan hal-hal berikut:

1- Menyerukan pemikiran ateistik dalam bentuk apa pun, atau skeptis terhadap perkara tsawabit agama Islam yang menjadi dasar negara Saudi.

2- Melanggar janji kesetiaan (ba’iat) kepada pemimpin, atau lebih loyal-setia kepada partai, organisasi, golongan, kelompok, atau individu manapun di dalam atau di luar Saudi.

3- Menghubungi atau berkomunikasi dengan salah satu kelompok, golongan, atau individu yang memusuhi Kerajaan.

4- Setia kepada negara asing, bekerja sama dengannya, atau melakukan komunikasi dengan maksud merusak persatuan dan stabilitas keamanan Kerajaan dan rakyatnya.

5- Berusaha dengan segala cara apapun untuk menggoyahkan tatanan sosial dan persatuan nasional, yang dapat memengaruhi persatuan dan stabilitas Kerajaan.

6- Menghadiri konferensi, seminar, atau pertemuan di dalam atau di luar negeri yang ditujukan untuk menganggu keamanan dan stabilitas serta mengobarkan hasutan di tengah masyarakat.

Maka siapapun yang melanggar hal di atas, akan dimintai pertanggungjawaban, baik di masa lalu dan selanjutnya, dalam pikiran, perkataan, atau perbuatannya.

Rangkuman 6 poin tersebut sudah cukup menunjukkan ketegasan Kerajaan Arab Saudi terhadap kampanye yang bertentangan dengan dasar negara dan menggoyahkan tatanan sosialnya, termasuk di dalamnya LGBT.

Membeo, Gajah di Pelupuk Mata Tidak Tampak

Di belahan dunia Barat saat ini, sedang masif kampanye program liberal, LGBTQ+ di antara yang mendapat dukungan sangat besar.

Mulai dari kebijakan pemerintah hingga brand terkenal menjadikan transgender sebagai bintang iklannya dan platform media sosial yang pro kampanye LGBTQ+. Siapapun yang menolaknya; dibungkam, dihapus akun medsosnya hingga dibui.

Ketika mereka berusaha mempengaruhi opini, sebagian media yang konon presentase umat Islam, membeo menciptakan framing hingga menuding Saudi dan LGBT sesuai purbasangkanya.

Lihat bagaimana Kanada misalnya, mensyahkan UU perlindungan terhadap LGBTQ+, siapa saja yang anti dengan program atau melakukan perbuatan yang menganggu mereka, diancam denda uang, persis sebagai perbuatan subversif.

Di Amerika, atlit wanita yang memprotes kaum transgender ikut berkompetisi; dibully hingga diintimidasi, mendapatkan kekerasan fisik, tidak mampu membela diri. Di Inggris, anak-anak tingkat TK dipertontonkan, diajarkan, dididik agar menerima “pelangi.”

Kemudian sebuah media hater, bernama kearab-araban juga, menuding Saudi yang jauh panggang dari api, dengan menulis “corong sodomisasi?” berdalih FAQ di atas! Hater gonna hate.

Sebagai biladul mustahdaf, Kerajaan Arab Saudi paham betul bahwa keberadaan Haramain di negerinya di antara faktor masifnya serangan media yang rata-rata dikuasai kafir, sekuler atau pembenci dakwah Islam yang ditegakkan di Saudi.

Selain tentunya karena faktor ekonomi dan politik, sebagaimana alasan “Mengapa Kebencian Terhadap MBS Semakin Meningkat.”

Dan sampai hari ini, penegakkan syari’at Islam di Arab Saudi adalah yang terbaik, yang belum ada satupun negara di dunia sekuat Saudi dalam menjalankannya, wa lillahi alhamd.[]