Di jantung peradaban, berdirilah Maktabah Malik Abdulaziz Al ‘Ammah (King Abdulaziz Public Library), penjaga warisan sekaligus penghubung lintas generasi. Sejak empat dekade lalu, ia bukan sekadar tempat menyimpan buku, melainkan ruang hidup yang terus berdenyut. Melalui koleksi dan inventarisnya, perpustakaan ini menyalakan kembali warisan Arab dan Islam. Sebuah panggung budaya yang memikat jiwa dan menghidupkan ingatan peradaban.
Bagi Saudi, Arab, dan dunia Islam, perpustakaan ini adalah jangkar pengetahuan. Koleksi manuskrip, mushaf, foto, koin, hingga dokumen bersejarah bukan hanya arsip yang beku, tetapi jejak panjang peradaban yang senantiasa dirawat dan dihidupkan. Dalam bahasa sederhana: ia menjadikan sejarah bukan sekadar catatan, melainkan pengalaman yang bisa disentuh, dilihat, bahkan dirasakan kembali.
Strategi budaya King Abdulaziz Public Library jauh melampaui sekadar mengoleksi dan mengarsip. Perpustakaan ini memilih jalan yang lebih visioner: menghidupkan warisan itu kembali. Ia tampil dalam format pameran yang bisa dinikmati publik, peneliti, hingga generasi muda.
Dengan begitu, pusaka Arab dan Islam tidak hanya tersimpan di ruang gelap arsip, melainkan hadir di ruang pameran, berdialog dengan zaman, menyapa para pendatang, dan menegaskan kembali identitas kebudayaan Saudi. Visi ini sederhana tapi dalam: membekali generasi baru dengan kebanggaan dan keterhubungan pada akar peradabannya.
Pameran yang Menggetarkan Imajinasi
Selama lebih dari 40 tahun, perpustakaan ini telah menggelar berbagai pameran, baik di dalam maupun luar negeri. Setiap pameran adalah perjalanan waktu yang membawa pengunjung melintasi abad, menelusuri jejak tulisan tangan para ulama, seniman, penyair, bahkan penjelajah asing.
Perpustakaan juga rutin menggelar pameran khusus, baik di dalam dan luar negeri. Dengan keberagaman tema seperti manuskrip, koin langka, kaligrafi Arab, dan mushaf bersejarah. Juga ada pameran bahasa Arab, Haji dan Dua Masjid Suci, bendera Saudi, serta perangko Kerajaan. Semua bertujuan membawa warisan Arab-Islam dari arsip sunyi ke ruang publik, menyatu dengan kesadaran generasi baru.
Beberapa di antaranya menjadi tonggak penting:
- Pameran Mushaf Al-Qur’an (1445 H/2023 M): Menampilkan manuskrip mushaf dengan iluminasi, kaligrafi, dan hiasan emas nan anggun. Ada mushaf dari berbagai abad yang memperlihatkan detail estetika, doa penutup, hingga tanda-tanda tilawah. Sebuah pengalaman spiritual yang memikat hati.
- Heart of Arabia (Februari 2025): Pameran foto-foto langka karya John Philby, penjelajah Inggris yang masuk Islam dengan nama Abdullah. Lengkap dengan dokumen-dokumen dan catatan perjalanannya di Jazirah Arab.
- The Camel Exhibition (Desember 2024): Bekerja sama dengan Princess Nourah University menggali peran unta yang bukan sekadar hewan, tetapi simbol budaya dan identitas bangsa. Dengan tajuk “Jewel of Heritage”, pameran ini menyingkap dimensi ekonomi, seni, hingga filosofi unta bagi masyarakat Saudi.
- Rare Arabic Poetry Exhibition (2023–2024): Memamerkan manuskrip unik, mulai dari Mu’allaqat Sab‘, syarah karya besar seperti milik Abu al-‘Ala al-Ma‘arri, hingga teks klasik Ibn al-Farid dan al-Busiri. Bagi pencinta sastra, ini ibarat surga literasi.
- World Exhibition of Arabic Calligraphy: Menyuguhkan lebih dari 200 buku dan karya seni tulisan tangan, karya maestro kaligrafi yang menampilkan keindahan bahasa Arab dalam bentuk yang paling mempesona.
- Coin & Numismatic Exhibition: Menyajikan koleksi 8.100 koin dari emas, perak, dan logam lain, mencakup 14 abad sejarah Islam dari Andalusia hingga Asia Tengah.
Setiap pameran bukan sekadar pamer benda, melainkan membangun narasi kultural: bagaimana peradaban Islam membentuk identitas, memengaruhi seni, ekonomi, hingga memori kolektif bangsa.
Dari Manuskrip hingga Jejak Para Penjelajah
Keistimewaan perpustakaan ini terletak pada keberaniannya menampilkan warisan dari berbagai sudut. Pada perhelatan Diriyah Gate Development Authority ke-24, jejak para penjelajah Eropa yang mendokumentasikan Jazirah Arab juga turut ditampilkan. Salah satunya, pameran tentang Putri Alice dari Athlone, cucu Ratu Victoria, yang pernah berkunjung ke Saudi pada 1938. Melalui foto-foto dan dokumen perjalanan, pengunjung dapat menyelami bagaimana dunia luar memandang tanah Arab.
Pendekatan semacam ini menjadikan pameran lebih kaya. Bukan hanya perspektif internal, tetapi juga lensa eksternal yang memperkuat posisi Saudi dalam sejarah global.
Setiap pameran yang dihelat King Abdulaziz Public Library memiliki satu benang merah: meneguhkan identitas Arab dan Islam di tengah derasnya arus globalisasi. Ia mengajak generasi muda untuk melihat kembali ke akar, bukan dengan nostalgia kosong. Mengajak untuk melihat dengan kesadaran bahwa dari sanalah terbangunnya fondasi masa depan.
Warisan bukanlah sekadar benda mati. Ia adalah ingatan kolektif yang hidup, yang bisa menginspirasi inovasi di masa kini. Dari kaligrafi, lahirlah estetika modern; dari manuskrip, lahir penelitian akademik; dari koin dan dokumen, tumbuh kesadaran sejarah yang membentuk kebanggaan nasional.
Dengan konsistensi menampilkan khazanah Arab dan Islam, King Abdulaziz Public Library kini menjelma menjadi salah satu perpustakaan paling berpengaruh di dunia. Ia bukan hanya milik Saudi, melainkan aset peradaban dunia.
Bagi siapa pun yang melangkah masuk, pameran-pameran ini bukan sekadar pengalaman intelektual, melainkan juga pengalaman emosional. Pengunjung seakan berdialog dengan para penyair, ulama, khalifah, dan penjelajah dari berabad-abad silam. [Muhammad Wildan Zidan]
Sumber: Sabq