Para jamaah di Masjidil Haram melaksanakan Shalat Gerhana Bulan, mengikuti sunnah Nabi Muhammad ﷺ, dalam suasana penuh keimanan, di mana hati tunduk, khusyuk, merendah di hadapan Sang Pencipta, memohon ampunan, rahmat, dan keridhaan-Nya.
Seluruh penjuru Masjidil Haram, baik di dalam maupun di pelataran serta area perluasannya, dipenuhi oleh jamaah. Hal itu berlangsung dengan kesiapan penuh dari Presidensi Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk menyambut para tamu Allah.
Shalat dipimpin oleh Syekh Dr. Badr bin Muhammad Al-Turki, yang setelahnya menyampaikan khutbah. Dalam khutbahnya, beliau mengajak jamaah untuk bertakwa kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan kembali kepada-Nya dengan penuh taubat dan ketundukan.
Syekh Al-Turki menegaskan bahwa setiap orang berakal mengetahui bahwa Allah-lah Pengatur alam semesta ini, Pencipta sekaligus Pemilik urusan, yang menciptakan dengan sempurna dan mengatur dengan bijaksana. Allah telah menetapkan takdir makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Segala sesuatu berada di bawah kuasa-Nya: Dia menghidupkan dan mematikan, memberi rezeki dan menahan, membuat tertawa dan menangis. Hati manusia berada dalam genggaman-Nya, digerakkan sesuai kehendak-Nya. Semua urusan terikat pada takdir-Nya; tak ada yang dapat menolak keputusan-Nya ataupun menggagalkan ketetapan-Nya.
Beliau mengingatkan bahwa matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, yang Dia jadikan sebagai peringatan bagi hamba-hamba-Nya ketika mereka sombong dan berpaling dari ketaatan, agar segera kembali kepada agama sebelum azab turun. Karenanya, gerhana merupakan salah satu tanda kebesaran Allah yang membawa pesan peringatan, sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti (hamba-hamba-Ku)” (QS. Al-Isra: 59).
Syekh Al-Turki juga mengingatkan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi ﷺ, ketika matahari gerhana pada tanggal 29 Syawal, pada hari yang sangat panas. Nabi ﷺ bersegera melaksanakan shalat, bahkan selendangnya terjatuh tanpa beliau sadari karena rasa takut bahwa kiamat telah tiba. Beliau memerintahkan muadzin untuk menyerukan, “Ash-shalatu jami‘ah (marilah berkumpul untuk shalat).” Lalu orang-orang berbondong, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, melaksanakan shalat panjang bersama beliau hingga gerhana berakhir. Setelah itu Nabi ﷺ berkhutbah, menegaskan: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda Allah, tidaklah gerhana terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Jika kalian melihatnya, berdoalah, bertakbirlah, salatlah, dan bersedekahlah.” Beliau juga menasihati: “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu dari Allah ketika seorang hamba melakukan zina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
Dalam khutbahnya, beliau menekankan bahwa dosa dan maksiat yang dilakukan terang-terangan adalah sebab terbesar datangnya murka Allah. Terlebih ketika seseorang menganggap ringan dosanya, menampakkannya di hadapan manusia, atau membuka aib yang telah Allah tutupi. Orang yang berakal adalah yang segera kembali kepada Allah saat menghadapi cobaan, dengan meletakkan keningnya di tanah, mengetuk pintu langit melalui doa dan istighfar.
Beliau mengingatkan bahwa manusia diciptakan untuk taat kepada Allah dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Setiap amal yang dilakukan akan meninggalkan jejak (atsar) yang dicatat dan kelak akan dibalas. Langkah menuju kebaikan adalah jejak yang berpahala, sedangkan langkah menuju maksiat adalah jejak yang membawa dosa. Sujud yang ikhlas, kata-kata yang baik, maupun amal yang ditinggalkan manusia, semuanya akan ditulis dan diperhitungkan.
Di akhir khutbah, Syekh Al-Turki menegaskan bahwa perubahan pada bulan saat gerhana adalah pengingat akan hancurnya dunia pada hari kiamat. Bumi yang kita pijak akan mengalami kerusakan total, gunung-gunung runtuh, lautan meluap, dan manusia akan menyaksikan hal-hal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Oleh karena itu, beliau mengingatkan agar setiap muslim menjadikan fenomena alam seperti gerhana bukan sebagai tontonan atau hiburan untuk difoto, melainkan peringatan dan tanda dari Allah agar segera bertaubat dan mempersiapkan diri dengan amal saleh untuk menghadapi hari pertemuan dengan-Nya.
Sumber: SPA