Dukungan rakyat Arab Saudi terhadap perjuangan Palestina tak hanya tercatat di lembar diplomasi, tetapi juga di medan tempur dan jalur kemanusiaan. Sejak puluhan tahun silam, lebih dari 40 pertempuran di tanah Palestina diwarnai kehadiran pejuang asal Saudi, baik dari jajaran militer maupun relawan. Dari Yerusalem, Lydda, Bab Al Wad, Haifa, Jaffa, Safed, hingga Acre. Nama-nama ini menjadi saksi jejak pengorbanan Saudi di Palestina
Data sejarah mencatat, 173 warga Saudi gugur sebagai syuhada di berbagai front pertempuran. Di luar pengorbanan nyawa, rakyat Saudi juga mengalirkan bantuan finansial bernilai jutaan riyal selama puluhan tahun. Bantuan itu mencakup logistik, obat-obatan, dan dukungan kemanusiaan lainnya. Uniknya, gerakan solidaritas ini merambah hingga ke sekolah-sekolah, di mana para pelajar secara sukarela mengumpulkan dana untuk Palestina.
Dari garis depan hingga ruang kelas, semangat rakyat Saudi menunjukkan bahwa solidaritas tak pernah lekang dimakan waktu—bahwa bagi mereka, Palestina bukan sekadar isu politik, tetapi amanah yang dijaga dengan darah dan pengorbanan. Hal itu tercermin juga dari para pemimpin mereka.
Era Raja Abdul Aziz: Fondasi Dukungan Saudi untuk Palestina
Akar dukungan Arab Saudi terhadap Palestina sudah tertanam sejak masa pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz. Pada tahun 1936, ia secara terbuka mendukung Revolusi Besar Palestina melawan pendudukan. Sembilan tahun kemudian, pada tahun 1945, Riyadh menolak tegas rencana pemukiman Yahudi yang digagas kekuatan kolonial.
Komitmen itu mencapai puncaknya pada Perang 1948. Raja Abdul Aziz mengirimkan bantuan senjata dan dana, serta mengutus pasukan Saudi untuk bergabung di garis depan. Langkah ini menandai keterlibatan langsung Kerajaan dalam membela Palestina, bukan sekadar melalui diplomasi, tetapi dengan darah dan logistik.

Era Raja Saud: Dukungan yang Menyentuh Langsung Bumi Palestina
Tongkat estafet dukungan Saudi untuk Palestina berlanjut di masa Raja Saud. Pada tahun 1960, sang Raja melakukan kunjungan langsung ke Palestina, menyaksikan sendiri kondisi dan kebutuhan rakyat di sana. Lawatan ini menjadi bukti kedekatan personal yang melampaui hubungan diplomatik.
Tak berhenti pada kunjungan, Raja Saud mengirim relawan untuk membantu rakyat Palestina. Dukungan mengalir dalam bentuk dana, persenjataan, dan komitmen politik yang tegas. Bahkan, sebagai bentuk tekanan internasional, Riyadh memutus pasokan minyak. Sebuah langkah strategis yang menunjukkan bahwa dukungan Saudi punya dimensi ekonomi dan geopolitik yang serius.
Dengan kebijakan ini, era Raja Saud mempertegas pesan yang telah diwariskan sejak Raja Abdul Aziz: Palestina adalah amanah, dan Arab Saudi siap mengorbankan sumber daya strategisnya demi mempertahankan hak-hak rakyat Palestina.

Era Raja Faisal: Strategi Politik dan Dukungan Tanpa Kompromi
Tahun 1966, Raja Faisal melakukan kunjungan langsung ke Palestina. Ia tidak hanya membawa pesan solidaritas, tetapi juga bantuan nyata dalam bentuk dana yang segera disalurkan untuk kebutuhan rakyat Palestina. Di bawah kepemimpinannya, terbentuklah komite rakyat yang secara khusus mengoordinasikan bantuan bagi Palestina, memastikan dukungan berjalan terarah dan berkesinambungan.
Raja Faisal juga menyumbangkan 5 juta pound sterling -jumlah yang besar pada masanya- untuk membentuk batalion militer Palestina. Langkah ini menunjukkan dukungan Saudi yang tidak hanya bersifat kemanusiaan, tetapi juga strategis dalam membangun kekuatan pertahanan rakyat Palestina.
Tak berhenti di situ, Raja Faisal kembali menggunakan senjata ekonominya yang paling tajam. Beliau memutus pasokan minyak sebagai bentuk tekanan terhadap pihak-pihak yang mendukung pendudukan. Dengan kebijakan ini, ia mempertegas posisi Arab Saudi sebagai pemain utama dalam diplomasi dan perjuangan Palestina di kancah internasional.

Era Raja Khalid: Dukungan Militer dan Diplomasi di Panggung Dunia
Memasuki era Raja Khalid, dukungan Arab Saudi terhadap Palestina semakin menegaskan kombinasi kekuatan militer dan diplomasi. Bantuan senjata dan amunisi disalurkan untuk memperkuat pertahanan Palestina, bersamaan dengan dukungan dana yang konsisten mengalir dari Riyadh.
Puncak diplomasi era ini tercatat pada KTT Makkah tahun 1981. Forum ini sangat penting untuk menyatukan posisi negara-negara Islam dalam mendukung hak-hak rakyat Palestina. KTT tersebut memperkuat solidaritas politik sekaligus memperluas jaringan dukungan internasional.
Raja Khalid membuktikan bahwa dukungan Saudi bukan sekadar gerakan moral, tetapi langkah strategis yang memadukan suplai kekuatan tempur di lapangan dengan pengaruh diplomatik di meja perundingan dunia.

Era Raja Fahd: Dukungan Finansial Masif dan Program Pembangunan
Memasuki era Raja Fahd, dukungan Arab Saudi untuk Palestina mengambil bentuk yang lebih terstruktur dan berjangka panjang. Pada 1981, ia meluncurkan Inisiatif Perdamaian 1981 yang menjadi salah satu pijakan diplomasi regional. Tahun-tahun berikutnya, miliaran dolar digelontorkan untuk berbagai program bantuan.
Raja Fahd mengalokasikan dana sebesar US$1 miliar untuk mendukung Dana Al-Aqsa, US$50 juta untuk membantu keluarga para syuhada Intifada, serta 72 juta dolar untuk pembangunan infrastruktur, sektor kesehatan, dan pendidikan di wilayah Palestina. Selain itu, ia juga menetapkan pembebasan bea masuk bagi barang dan produk Palestina, guna mempermudah perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Era Raja Fahd menjadi bukti bahwa dukungan Saudi tidak hanya hadir di medan politik atau diplomasi, tetapi juga dalam bentuk investasi nyata bagi kesejahteraan rakyat Palestina—dari membangun jalan hingga membuka akses pendidikan bagi generasi mendatang.

Era Raja Abdullah: Diplomasi, Kemanusiaan, dan Rekonstruksi untuk Palestina
Pada 2002, Raja Abdullah meluncurkan inisiatif perdamaian yang menyodorkan kerangka politik bagi penyelesaian konflik. Di waktu yang sama, Kerajaan menyalurkan dukungan finansial signifikan — tercatat dana sebesar US$250 juta yang ditujukan untuk mendukung kebutuhan mendesak rakyat Palestina dan lembaga-lembaga yang berada di garis depan krisis. Langkah ini memperlihatkan pendekatan Riyadh: menggabungkan tekanan diplomatik dengan bantuan nyata di lapangan.
Upaya mediasi juga menjadi pilar kebijakan Riyadh. Pada 2007, Saudi mengambil peran memfasilitasi rekonsiliasi antara faksi-faksi Palestina, khususnya upaya menjembatani Fatah dan Hamas — sebuah inisiatif yang bertujuan meredakan ketegangan internal dan menciptakan dasar politik yang lebih stabil untuk dialog masa depan. Di tingkat kemanusiaan dan pembangunan, komitmen itu mencapai puncaknya ketika Riyadh mengumumkan alokasi US$1 miliar untuk rekonstruksi Gaza, menunjukkan fokus jangka panjang pada pemulihan infrastruktur dan kehidupan sipil pasca-konflik.
Dan salah satu perkataan beliau tentang palestina yang tercatat dengan tinta emas pada lembaran sejarah: “Setetes darah rakyat Palestina lebih bernilai daripada segenap harta di dunia.”

Era Raja Salman: Tindakan Cepat, Bantuan Nyata, dan Tantangan Keberlanjutan
Melanjutkan jejak diplomasi dan bantuan yang dirintis generasi sebelumnya, era Raja Salman menempatkan Riyadh sebagai aktor yang tak sekadar memberi dana, tetapi juga terlibat langsung pada titik-titik krisis dan program pembangunan konkret untuk Palestina.
Pada periode ini, pemerintah Saudi mencatat beberapa langkah kunci: penyelesaian krisis penutupan Masjid Al-Aqsha pada 2017; peluncuran 16 proyek pembangunan yang menyasar infrastruktur dan layanan dasar; kepemimpinan Riyadh atas sebuah “komite rakyat” untuk bantuan Palestina; serta alokasi dana terukur: US$150 juta untuk mendukung lembaga wakaf Islam di Yerusalem dan US$50 juta untuk program darurat serta penghidupan kembali bagi pengungsi Palestina.
Langkah-langkah tersebut penting karena memperlihatkan perpaduan tiga pendekatan sekaligus: respons krisis (resolusi Al-Aqsa), pembangunan struktural (proyek-proyek pembangunan), dan dukungan sosial-ekonomi (dana untuk wakaf dan program pengungsi). Di tingkat komunikasi, tindakan ini juga memperkuat narasi Riyadh bahwa bantuan Saudi bermuatan kemanusiaan dan strategis untuk stabilitas regional.

Dari darah di medan tempur hingga miliaran riyal di meja diplomasi, dukungan Saudi untuk Palestina bukan sekadar janji — ia adalah warisan tindakan yang terus menulis sejarah dan menuntun perjuangan dari generasi ke generasi. [Muhammad Wildan Zidan]