Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan bin Abdullah di Riyadh kemarin Ahad (28/4), saat memimpin pertemuan komite menteri yang ditugaskan oleh KTT Luar Biasa Gabungan Arab-Islam mengenai perkembangan di Jalur Gaza, mengatakan bahwa membicarakan tindakan setengah-setengah di Jalur Gaza adalah “konyol,” dan fokusnya harus pada solusi dua negara.
Pangeran Faisal menekankan, dalam salah satu sesi Forum Ekonomi Dunia yang diadakan di Riyadh, bahwa Jalur Gaza memerlukan waktu 30 tahun untuk membangun kembali setelah perang Israel dan mencatat bahwa laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengindikasikan bahwa menghilangkan puing-puing memerlukan 15 tahun.
“Krisis Palestina telah memasuki bulan ketujuh dan kita masih mendiskusikan masalah apakah truk kemanusiaan dapat masuk ke Gaza?! Ini sesuatu tidak dapat diterima!” Tegas Pangeran Farhan.
Dia mengingatkan bahwa “setiap perluasan operasi militer di Gaza akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan,” mengacu pada serangan Israel yang akan datang terhadap kota Rafah di Jalur Gaza selatan.
Dia menjelaskan, “Situasinya sangat sulit dan ada kemungkinan akan meluas. Kita menghadapi ekspansi besar-besaran operasi militer di Gaza. Situasi di Gaza adalah bencana dalam segala hal. Dan kegagalan sistem politik (global) saat ini, (mengakibatkan) bencana kemanusiaan. Kami menginginkan gencatan senjata (di Gaza) dan menangani konsekuensi konflik.”
Dia melanjutkan, “Adalah kepentingan Palestina, Israel, PBB, kawasan, dan komunitas internasional untuk menemukan solusi terhadap masalah Palestina, menghindari penderitaan yang terjadi di Gaza, dan tidak mengulangi perang ini dan agar darah yang tertumpah tidak sia-sia.”
Menlu Saudi menambahkan, “Kami tidak bisa kembali ke situasi yang sama setelah dua atau tiga tahun lalu. Kami tidak ingin fokus pada krisis yang terjadi di Gaza saat ini saja. Kami ingin fokus pada solusi dua negara.”
Dia menekankan bahwa “berbicara tentang tindakan setengah-setengah dan nasib 2,5 juta orang di Jalur Gaza tanpa memastikan bahwa perang tidak akan terulang kembali adalah hal yang konyol, dan siapa pun yang mengikuti pendekatan ini adalah salah.”
Pangeran Faisal menekankan, “Kita harus beralih dari kata-kata ke tindakan, dan inilah yang akan saya diskusikan dengan Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken. Kita memerlukan langkah-langkah di lapangan dan masalah ini tidak dapat diserahkan kepada pihak-pihak yang bertikai.”
KTT Islam Arab
Hari Ahad (28/4) kemarin di Riyadh, Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan bin Abdullah memimpin pertemuan komite menteri yang ditugaskan oleh KTT Luar Biasa Gabungan Arab-Islam mengenai perkembangan di Jalur Gaza.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dan Urusan Ekspatriat Kerajaan Yordania, Ayman Safadi, Menteri Luar Negeri Republik Arab Mesir, Sameh Shukri, Menteri Luar Negeri Republik Turki, Hakan Fidan, Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam, Hussein Ibrahim Taha, dan Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Menteri Urusan Sipil Hussein Al-Sheikh, dan Menteri Negara di Kementerian Luar Negeri Qatar, Dr.Muhammad bin Abdulaziz Al-Khulaifi.
Pertemuan tersebut membahas mekanisme untuk mengintensifkan aksi gabungan Arab dan Islam untuk segera menghentikan perang di Jalur Gaza, memastikan perlindungan warga sipil sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional, dan memberikan bantuan kemanusiaan yang cukup dan berkelanjutan ke seluruh wilayah Jalur Gaza. Serta melanjutkan segala upaya yang bertujuan untuk mendapatkan pengakuan internasional terhadap negara Palestina yang merdeka, termasuk memenuhi aspirasi rakyat Palestina.
Pertemuan tersebut membahas upaya mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menerapkan solusi dua negara, mengakui negara Palestina sesuai perbatasan tanggal 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Sebagaimana resolusi internasional yang relevan, menekankan bahwa Jalur Gaza adalah bagian integral dari wilayah Palestina, dan menyatakan penolakan tegas mereka terhadap segala upaya untuk menggusur rakyat Palestina ke luar tanah mereka dan setiap operasi militer di kota Rafah, Palestina.
Para menteri menekankan perlunya komunitas internasional untuk menjatuhkan sanksi yang efektif terhadap Israel, termasuk menghentikan ekspor senjata ke Israel, sebagai respons terhadap pelanggaran hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional serta kejahatan perang yang dilakukan Israel di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.
Para menteri juga menekankan perlunya mengaktifkan perangkat hukum internasional untuk meminta pertanggungjawaban pejabat Israel atas kejahatan mereka, dan perlunya menghentikan terorisme pemukim dan mengambil sikap yang jelas dan tegas terhadapnya.
Pertemua tersebut juga menyatakan keprihatinan mereka atas tindakan yang diambil terhadap demonstran damai di negara-negara Barat untuk menuntut diakhirinya perang di Gaza dan kejahatan berat serta pelanggaran Israel terhadap warga Palestina.[]
Sumber: alarabiya