Kerajaan Arab Saudi secara resmi menerbitkan undang-undang baru yang memungkinkan warga negara asing —baik individu, perusahaan, maupun lembaga nirlaba— untuk memiliki properti di beberapa wilayah tertentu.
Dilansir Saudi Gazette, kebijakan ini diundangkan melalui lembaran resmi Umm Al-Qura dan akan mulai berlaku dalam waktu 180 hari. Undang-undang ini menggantikan peraturan lama yang dirilis tahun 2000 lewat Dekrit Kerajaan No. M/15.
Apa yang Bisa Dimiliki WNA?
- Rumah tinggal (bagi ekspatriat yang tinggal sah di Saudi).
- Hak guna bangunan (usufruct), sewa jangka panjang, dan hak-hak properti lainnya.
- Properti untuk kebutuhan operasional perusahaan atau perumahan karyawan.
Namun, kepemilikan tetap dilarang di Makkah dan Madinah, kecuali bagi individu Muslim dan itupun dengan ketentuan khusus.
Zona Kepemilikan Ditetapkan Kabinet
Wilayah yang diizinkan untuk kepemilikan akan ditentukan langsung oleh Kabinet Saudi, berdasarkan usulan dari Otoritas Umum Real Estate dan Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan.
Untuk Perusahaan dan Investor
Perusahaan asing yang tidak terdaftar di bursa saham juga boleh membeli properti di seluruh Saudi, termasuk dua kota suci, selama kepemilikannya untuk mendukung operasional. Termasuk juga entitas investasi, dana, dan lembaga khusus yang berizin.
Untuk Kebutuhan Diplomatik
Misi diplomatik asing dan organisasi internasional juga boleh memiliki gedung resmi untuk kebutuhan kerja dan tempat tinggal staf, dengan persetujuan Kemenlu Saudi dan prinsip resiprokal.
Pajak & Sanksi
- Pajak transfer properti maksimal 5%.
- Denda hingga SR10 juta untuk pelanggaran berat.
- Sanksi terberat: properti dijual paksa dan hasilnya diserahkan ke negara.
Syaikh Dr. Sa’ad Al-Shithri, anggota Hai’ah Kibarul Ulama, pernah menyampaikan bahwa dalam Islam, tanah boleh dimiliki dengan syarat tidak digunakan untuk maksiat dan tidak mengancam kemaslahatan umat. Maka, pembatasan di Makkah dan Madinah masih mencerminkan himayah al-haramain (perlindungan dua tanah suci). [Zein R]
Sumber: SG DLL