Share the Ideas oleh: Share the Ideas
promo: Share the Ideas

Musaharati: Penabuh Bedug Sahur di Saudi, Begini Kisah dan Sejarahnya

Musaharati: Penabuh Bedug Sahur di Saudi, Begini Kisah dan Sejarahnya

Musaharati adalah sosok yang membangunkan orang-orang untuk sahur di malam-malam bulan Ramadan. Secara tradisional, ia menggunakan genderang atau rebana sambil menyerukan kalimat-kalimat seperti:

“Bangunlah, wahai yang tidur, dan agungkan Yang Maha Kekal.”

Terkadang, musaharati juga memanggil nama-nama penduduk untuk membangunkan mereka. Meski kini alarm dan ponsel semakin menggantikan perannya, musaharati tetap menjadi simbol tradisi Ramadan yang indah di berbagai negara Arab dan Islam.

Umrah Mandiri
Promo

Tradisi ini berawal dari era Abbasiyah ketika Khalifah Al-Mustansir Billah pertama kali menunjuk seseorang untuk membangunkan masyarakat saat sahur. Pada masa Dinasti Fatimiyah, praktik ini berkembang lebih luas, di mana penguasa memerintahkan pasukan untuk berkeliling kota sambil menabuh genderang agar penduduk bersiap makan sebelum fajar.

Peralatan dan Pakaian Musaharati

  • Genderang atau rebana: Alat utama yang digunakan untuk mengeluarkan suara khas sahur.
  • Tongkat atau lentera: Beberapa musaharati membawa tongkat berhias atau lentera bercahaya.
  • Pakaian tradisional: Biasanya mengenakan jubah longgar dengan sorban atau tarbus (peci khas Timur Tengah).

Seiring berkembangnya teknologi, peran musaharati mulai berkurang, terutama di kota-kota besar. Namun, di desa-desa dan kawasan tradisional, mereka masih eksis sebagai bagian dari budaya Ramadan. Di negara-negara seperti Mesir, Suriah, Palestina, dan Maroko, kelompok musaharati tetap berjalan di malam hari, membawa suasana khas Ramadan yang menggembirakan, terutama bagi anak-anak.

Musaharati bukan hanya pekerjaan, melainkan simbol spiritual Ramadan yang membawa kebersamaan dan kehangatan. Mereka mengingatkan kita pada nilai-nilai tradisi yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

Salah satu musaharati terkenal di Arab Saudi, Jaber Al-Khattam dari Provinsi Al-Ahsa, telah menjalani profesi ini selama 39 tahun. Dia mengaku merasakan ketenangan batin saat menjalankan tugasnya dan merasa bahagia ketika warga menyambutnya dengan nyanyian dan seruan sahur bersama.

Bertugas di Distrik Al-Faisaliyah, Al-Khattam mengungkapkan bahwa interaksi hangat dari penduduk memberinya semangat untuk terus menjalankan tradisi ini. Ia berharap musaharati tetap lestari dan terus hadir di setiap desa dan lingkungan sebagai bagian dari warisan Ramadan yang berharga.

Sumber : https://al-kas.com/