Apa perbedaan antara kebijakan Presiden Mesir Mohamed Anwar Sadat, rahimahullah, pada tahun 1978, Erdogan pada tahun 2002, dan Mohammed bin Zayed pada tahun 2020?
Semuanya sama mengambil strategi politik menghadapi Israel, tetapi reaksi terhadap mereka berbeda-beda, sesuai dengan orang dan ideologi yang dianutnya.
Mari kita mulai dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang berasal dari “jubah” Ikhwanul Muslimin.
Hubungan Israel-Turki sudah ada sejak 1949, jangan lupa bahwa Ankara adalah negara muslim pertama yang mengakui Israel.
Oleh karena itu, ketika Erdogan berkuasa, dia tidak perlu pergi ke Tel Aviv sama sekali, seperti klaim para pengikutnya.
Dia disanjung-sanjung membongkar hubungan tersebut, padahal melompat ke tahap yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Muhammad Husni Mubarak, mantan presiden Mesir, pun tidak mengunjungi Israel, melainkan mencukupkan dengan langkah-langkah yang diambil oleh pendahulunya, Anwar Sadat.
Dia meminimalkan hubungan dengan Israel. Visi politik Mesir pada saat itu mengatakan: tidak harus memiliki hubungan dekat dengan Tel Aviv.
Adapun Erdogan, melaju ke hubungan ke tingkat aliansi strategis.
Dia justru melakukan kerjasama dengan Israel dalam bidang keamanan dan koordinasi militer yang tidak dilakukan oleh Ataturk, pendiri Turki sekuler.
Namun Erdogan melakukannya demi masa depan politik dan perlindungannya di wilayah yang bermasalah, sebagai kepentingan tertinggi Turki.
Erdogan memahami, bahwa Tel Aviv adalah pintu gerbang ke hati Barat. Dan dia berhasil menuai dari hubungan tersebut.
Di antaranya yang paling penting adalah penangkapan pemimpin oposisi Kurdi, Abdullah Ocalan, atas bantuan Mossad Israel, yang tidak akan ditangkap oleh Turki jika tanpa dukungan intelijen Israel.
Mari kita lihat detail dari apa yang “Turki Erdogan” lakukan untuk memahami besarnya hasil hubungan yang didapatkannya.
Pada tahun 2005 Erdogan, sebagai Perdana Menteri Turki, tiba di Israel untuk kunjungan resmi.
Dia diterima dengan keramahan Israel yang luar biasa; meletakkan karangan bunga, bertemu dan makan malam mewah dengan Presiden Israel di hadapan anggota Knesset, termasuk perwakilan Palestina yang berwarganegara Israel.
Dia menandatangani perjanjian aliansi militer dan ekonomi, meningkatkan volume pertukaran perdagangan sepuluh kali lipat.
Erdogan mendengarkan pidato Perdana Menteri Ariel Sharon di kediaman Ketua Kabinet Israel di Al-Quds.
Sharon menyampaikan pidato kepada Erdogan, dengan mengatakan: “Selamat datang di Yerusalem, ibu kota Negara Israel.”
Kemudian Erdogan dan delegasinya bertepuk tangan setelah pidato tersebut selesai, tanpa keberatan.
Dan pada saat itu Ariel Sharon sedang membabat kota-kota Palestina di Tepi Barat dan Gaza di bawah tanknya.
Hari ini, kurang dari sebulan setelah langkah Emirat diambil oleh Syaikh Mohammad bin Zayed, Israel masih berkomitmen untuk menghentikan pencaplokan lebih banyak tanah di Tepi Barat.
Abu Dhabi, seperti Kairo, sebelumnya dapat memperoleh posisi politik yang dapat dibangun oleh Palestina.
Sementara Turki mendapatkan keuntungan bagi negaranya sendiri karena kecerobohan Erdogan dan kesibukannya untuk menjalin hubungan dengan Israel ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Di saat yang sama, tidak ada keuntungan apapun bagi Palestina selain mengirim “perahu yatim piatu” dalam drama populis ke Gaza (2007), membawa karung kentang dan kacang polong untuk sedikit warga Gaza.
Sementara itu, Qatar membuka pintu untuk Israel, bahkan menerima PM Shimon Peres di Doha, mengatur agar dapat bertemu dengan pelajar Qatar, dengan sambutan hangat penuh keramahan.
Tetapi pembuat kebijakan Barat tahu bahwa Qatar tidak memiliki andil di panggung politik. Perannya terbatas hanya “mendorong” sebagai mesin uang, memiliki media populisnya, sebagai alat propaganda.
Lihat saja bagaimana media menyikapinya. Sementara, Anwar Sadat, rahimahullah, dibunuh.
Palestina, kaum kiri Arab dan kelompok radikal menuduhnya melakukan pengkhianatan.
Sedangkan Mohamad Husni Mubarak “dikepung” karena dituduh bekerja untuk Israel.
Dan hari ini Uni Emirate Arab (UEA) dan Mohammed bin Zayed, secara moral dibunuh di tangan media munafik.
Mereka berpaling dari Erdogan yang berlutut di makam Herzl, tetapi sibuk fokus mengincar Arab Saudi dan UEA.[]
*) Diterjemahkan dari artikel yang terbit di Okaz, berjudul القدس.. من اغتيال السادات إلى ابن زايد ! ditulis oleh Muhammad Al-Said.