Beberapa pihak menuduh negara-negara Arab sangat lemah dan kurang memperhatikan terhadap penderitaan rakyat Palestina. Di sisi lain, ada kelompok yang memuji langkah negara non Arab yang dianggapnya bertindak lebih nyata membantu penderitaan Palestina dari penjajahan Yahudi.
Klaim tersebut syah-syah saja, selama berdasarkan data dan fakta yang akurat. Sayang, hal tersebut tidak lebih karena faktor kencederungan politik, cara pandang agama, dan yang paling utama, sikap ghulw (berlebihan) dalam memuji yang disukai sekaligus membenci yang tidak disenangi, sehingga hilang rasa adil dan semangat istibyan (mencari klarifikasi).
Padahal, di “zaman now,” mengakses ke berbagai sumber yang resmi dan terpercaya terkait sikap dan hubungan negara-negara Arab dengan isu di Palestina bisa didapatkan dengan cukup mudah.
Untuk mendapatkan sumber terpercaya dari isu Palestina, terutama dikaitkan dengan negara Arab Saudi yang selalu menjadi sasaran empuk untuk didiskreditkan, berikut rilis Kedutaan Besar Palestina di Arab Saudi.
Pendahuluan
Kerajaan Arab Saudi telah menjadikan isu Palestina sebagai salah salah satu prioritas utama dalam kebijakan politik sejak zaman Raja Abdul Aziz, rahimahullah.
Sejak Konferensi London diadakan pada tahun 1935 atau yang dikenal sebagai Konferensi Meja Bundar untuk membahas masalah Palestina hingga masa Khodimul Haromain Asy-Syarifain, Arab Saudi telah mendukung dan membantu perjuangan rakyat Palestina di setiap waktu dan di semua aspek (politik, ekonomi dan sosial).
Hal ini dilandasi karena keyakinan yang tulus dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam upaya menyelesaikan permasalahan Palestina, akidah, dhomir, dan rasa memiliki terhadap umatnya, bangsa Arab dan Islam.
Dukungan politik
Arab Saudi memiliki peran penting dan menonjol dalam dukungan politiknya yang berkelanjutan guna mendukung perjuangan Palestina dan memperkuat keteguhan rakyat Palestina demi mewujudkan aspirasi menjadi negara yang merdeka.
Oleh karena itu, kami memandang dengan dasar resolusi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) terkait dengan isu Palestina dan partisipasi dalam beberapa konferensi serta pertemuan terkait dengan resolusi masalah Palestina, dimulai dengan Konferensi Madrid hingga Road Map dan Inisiatif Perdamaian Arab yang diajukan oleh Raja Abdullah bin Abdulaziz.
Negara-negara Arab membentuk persatuan pada Konferensi Tingkat Tinggi di Beirut pada bulan Maret 2002 untuk menyelesaikan konflik Arab-Israel, yang memberikan keamanan dan stabilitas bagi semua orang dan memberikan solusi yang langgeng, adil dan menyeluruh terhadap konflik Arab-Israel.
Arab Saudi mengerahkan usaha dan komunikasi intensif dengan negara-negara Barat dan negara sahabat serta Amerika, untuk menekan Israel agar mematuhi resolusi internasional yang berlaku, yaitu penarikan penuh Israel dari semua wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967. Dan mendorong masyarakat internasional agar segera campur tangan menghentikan agresi Israel dan tidak mengulangi agresi terhadap rakyat Palestina.
Arab Saudi juga mengecam pembangunan tembok pemisah Israel, yang mencaplok luas tanah Palestina, serta mengajukan sebuah catatan protes ke Pengadilan Internasional di Den Haag mengecam pembangunan tembok apartheid Israel.
Keputusan Mahkamah tersebut tertuang dalam keputusan No. 28/2004 tertanggal 9 Juli, yang meminta Israel untuk merobohkannya. Resolusi Majelis Umum PBB tersebut menunjukkan solidaritas masyarakat internasional mengenai masalah ini dengan menuntut Israel agar menghentikan dan merobohkan tembok tersebutk, karena bertentangan dengan hukum internasional.
Upaya Arab Saudi Untuk Menyelesaikan Masalah Palestina
● Pertama, Proyek Raja Fahd untuk Perdamaian (Proyek Perdamaian Arab)
Proyek Raja Fahd untuk Perdamaian diumumkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Arab yang diadakan di kota Fez di Maroko pada tahun 1982. Proyek tersebut mendapat persetujuan negara-negara Arab dan menjadi landasan Proyek Perdamaian Arab sekaligus yang melatarbelakangi diadakannya Konferensi Perdamaian di Madrid pada tahun 1991.
Proyek ini terdiri dari beberapa prinsip berikut:
- Penarikan Israel dari semua wilayah Arab yang diduduki pada tahun 1967, termasuk Yerusalem.
- Penghapusan penjajahan yang dilakukan oleh Israel di wilayah Arab setelah tahun 1967.
- Menjamin kebebasan beribadah dan menjalankan syi’at untuk semua agama di tempat-tempat yang disucikan.
- Menegaskan hak rakyat Palestina untuk kembali dan memberi kompensasi kepada orang-orang yang tidak ingin kembali.
- Dalam masa transisi Tepi Barat dan Jalur Gaza di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk beberapa bulan.
- Pembentukan sebuah negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
- Menegaskan hak negara-negara kawasan untuk hidup dalam damai.
- Perserikatan Bangsa-Bangsa atau beberapa negara anggotanya harus memastikan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut.
● Kedua, Inisiatif Raja Abdullah bin Abdul Aziz
Inisiatif tersebut diumumkan oleh Raja Abdullah di KTT Beirut pada bulan Maret 2002 dan diadopsi oleh negara-negara Arab sebagai proyek Arab terpadu untuk menyelesaikan konflik Arab-Palestina. Ini memberikan keamanan dan stabilitas bagi semua orang di wilayah ini dan memberikan solusi yang langgeng, adil dan komprehensif terhadap konflik Arab-Israel.
Inisiatif ini diringkas sebagai berikut:
- Penarikan Israel dari wilayah pendudukan paling lambat 4 Juni 1967.
- Mengakui berdirinya negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.
- Menyelesaikan isu pengungsi sesuai dengan resolusi internasional yang berlaku.
Dukungan Finansial
Arab Saudi telah memberikan dukungan material dan moral kepada Otoritas Palestina dan rakyat Palestina sejak berdirinya negara Palestina sebagai bentuk dukungan yang tulus negara Arab dan negara-negara Islam. Dalam hal ini, Arab Saudi memberikan sumbangan di KTT Arab di Khartoum pada tahun 1967.
Arab Saudi juga berkomitmen pada KTT Baghdad pada tahun 1978 untuk memberikan dukungan keuangan tahunan kepada rakyar Palestina sebanyak US $ 1.097.300.000 selama sepuluh tahun mulai tahun 1979 sampai dengan 1989.
Pada pertemuan puncak darurat Aljazair (1987), Arab Saudi memutuskan untuk mengalokasikan dukungan bulanan kepada Intifadah Palestina sebesar US $ 6.000.000. Dalam Intifadah pertama (1987), Arab Saudi telah menyumbangkan uang tunai kepada Dana Intifadah Palestina sebesar US $ 1.433.
Arab Saudi telah berjanji untuk mendanai program pembangunan melalui Saudi Fund for Development sebesar US $ 300.000.000 untuk pembangunan sektor kesehatan, pendidikan dan perumahan. Program ini diumumkan pada konferensi negara-negara donor selama tahun 1994, 1995, 1997 dan 1999.
Di sisi lain, Arab Saudi memenuhi semua kontribusi yang dinilainya sesuai dengan KTT Beirut pada Maret 2002 untuk mendukung anggaran Otoritas Palestina. Pada KTT Sharm el-Sheikh di bulan Maret 2003, ditegaskan kembali komitmen Arab untuk mendukung hal ini.
Sesuai komitmen, maka bantuan sebesar US$ 184.800.000 dilakukan pada periode 1 April 2003 sampai dengan 30 Maret 2004. Sebagaimana pemenuhan kewajiban di KTT Tunis pada Mei 2004, meliputi dukungan finansial untuk anggaran Otoritas Palestina selama enam bulan mulai 1 April 2004 sampai dengan akhir September 2004, sebanyak US $ 46.200.000. Dukungan Arab Saudi untuk Otoritas Palestina ini merupakan kontribusi paling besar untuk pemerintah Palestina.
Pada pertemuan puncak Arab di Kairo pada tahun 2000, Arab Saudi memprakarsai pembentukan dua lembaga keuangan sekaligus di bawah bendera Al Aqsa Fund dan Intifadhah Quds dengan modal satu miliar dolar. Dana sebesar US $ 200.000.000 disumbangkan untuk Al-Aqsa Fund, dengan memiliki modal sebesar US $ 800.000.000. Sedangkan US $ 50.000.000 diberikan untuk “Intifadah Quds”, dengan memiliki modal sebesar US $ 200.000.000.
Pemerintah Arab Saudi tak luput memberikan perhatian terhadap pengungsi Palestina, dengan memberikan bantuan kemanusiaan secara langsung atau melalui badan-badan internasional dan organisasi yang menangani pengungsi seperti UNRWA, UNESCO, Dana Arab untuk Pembangunan Ekonomi dan Sosial, Bank Dunia dan Bank Islam.
Arab Saudi secara teratur membayar bagian yang dinilai dari Badan Bantuan dan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), dengan kontribusi tahunannya sebesar US $ 1.200.000 dan US $ 200.000 untuk anggaran lembaga tersebut. Saudi tercatat telah memberikan kontribusi yang luar biasa sekitar US $ 60.400.000, untuk menutupi defisit anggaran dan melaksanakan programnya untuk rakyat Palestina.
Dukungan Rakyat Saudi
Setelah perang pada bulan Juni 1967, Arab Saudi membentuk Komite Rakyat untuk membantu rakyat Palestina, dengan mengumpulkan dana bagi orang-orang Palestina dari masyarakat Saudi, yang ditanggapi dengan sangat responsif. Komite Rakyat ini berhasil menghimpun dana masyarakat Saudi sebesar 1 juta Riyal Saudi.
Pada tahun 1987, Arab Saudi kembali memberikan bantuan sebesar SR 240.000.000 di samping sumbangan dalam bentuk barang, seperti mobil, ambulans, perumahan, perhiasan, barang medis dan makanan.
Isu Yerusalem
Komite Yerusalem didirikan di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam untuk melestarikan identitas Arab Yerusalem dan karakter Islamnya. Organisasi ini mengeluarkan sebuah resolusi mengenai Dana Yerusalem dimana ditekankan pentingnya dukungan terhadap rakyat Palestina. Negara anggota OKI juga berkomitmen untuk membantu Dana Yerusalem sebesar US $ 100.000.000.
Arab Saudi dalam hal ini berperan mendukung Dana Yerusalem untuk melawan yahudisasi, melestarikan karakter Arab dan Islam serta mendukung perjuangan rakyat Palestina di Yerusalem dan wilayah-wilayah pendudukan lainnya.
Di bidang perlindungan cagar budaya dan tempat suci Islam di Palestina, Arab Saudi menanggapi seruan UNESCO untuk perlindungan dan pemulihan peninggalan sejarah dan tempat suci Islam di Palestina. Untuk itu Arab Saudi telah mengeluarkan biaya pemulihan dan perbaikan Kubah Batu, Masjid Al-Aqsa, Masjid Khalifah Umar ibn al-Khattab dan rumah para imam dan muadzin di Yerusalem sebagai bukti perhatian Arab Saudi untuk melindungi kesucian Islam.
Arab Saudi banyak merilis pernyataan yang mencela tindakan agresif Israel terhadap rakyat Palestina dan tempat-tempat suci mereka. Misalnya, Arab Saudi mengutuk keputusan Pemerintah Israel untuk mencaplok kota Yerusalem sebagai ibukota abadi, dilakukan bekerjasama dengan negara-negara Arab dan Islam serta negara-negara sahabat untuk mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan No. 478 pada tahun 1980.
Resolusi tersebut menuntut semua negara yang telah membentuk misi diplomatik di Yerusalem untuk segera mencabut dan membatalkan semua tindakan Pemerintah Zionis yang melakukan yahudinisasi Yerusalem. Resolusi ini merupakan sebuah kemenangan untuk diplomasi Islam dan kegagalan Zionis merebut kota Yerusalem.